Bisnis.com, JAKARTA – Tren penurunan jumlah kelas menengah nyatanya tidak hanya terjadi di Indonesia, tetapi juga negara-negara di Eropa hingga Amerika telah melalui tren tersebut bahkan sejak 1971.
Dosen SBM-ITB Muhammad Yorga Permana menuturkan berdasarkan studinya pada 2017, sebanyak 21 dari 31 negara di Eropa mengalami penyusutan penduduk kelas menengah.
“Waktu itu kita bilang ‘wah Indonesia masih jauh dari sini, kelas menengah kita kuat’. Ternyata hari ini kejadian 7 tahun kemudian ternyata kelas menengah kita juga shrinking,” ungkapnya dalam Diskusi Publik Indef: Kelas Menengah Turun Kelas, Senin (9/9/2024).
Dalam paparannya, Yorga memberikan contoh komposisi penduduk di Jerman yang mengalami penyusutan kelas menengah dalam 10 tahun dari 71,7% pada 2003 menjadi 62,4% pada 2014.
Pada periode yang sama, persentase penduduk kelas menengah di Swedia menurun dari 76,8% menjadi 70,4%. Kondisi serupa terjadi di Spanyol, di mana persentase penduduk kelas menengah turun kelas dari 58,7% menjadi 52,7%.
Beralih ke Amerika, Yorga mencatat tren penurunan middle class di benua ini telah terjadi bahkan sejak 1971 hingga hari ini. Pada rentang 1971 hingga 2015, total penduduk Amerika Serikat menyusut 11% dari 61% menjadi 50%.
Baca Juga
Meski demikian, penduduk Amerika diimbangi dengan jumlah kelas menengah atas dan kelas atas yang juga meningkat dari 4% menjadi 9% dan 10% menjadi 12% pada periode yang sama.
Di sisi lain, jumlah penduduk miskin juga tercatat naik 4% dari 1971 hingga 2015 dari 16% menjadi 20%. Dengan kata lain, lebih banyak perpindahan kelas menengah ke level yang lebih tinggi.
Yorga menyoroti ancaman jangka panjang yang akan timbul dari hilangnya kelas menengah dalam tatanan ekonomi tersebut. Utamanya munculnya populisme dari kalangan elit atas.
“Dampak negatifnya banyak. Populism, the rise of Donald Trump, dan isu-isunya itu juga karena orang frustasi dengan ketiadaan pekerjaan dan ekonomi yang gitu-gitu aja bagi para middle class,” jelasnya.
Selain itu, ancaman ke depan bukan hanya sebatas efek dari pandemi Covid-19, melainkan karena teknologi, Artificial Intelligence (AI), hingga ancaman offshoring dari negara utama China dan Amerika.
Untuk itu, Yorga mendorong agar pemerintah terus memperkuat kelas menengah Indonesia dengan menghadirkan lebih banyak pekerjaan yang baik.
“Growing middle class hanya dapat terjadi jika adanya kerja layak yang stabil untuk para pekerjanya,” tutupnya.
Indoensia sendiri telah kehilangan penduduk kelas menengah yang diduga turun kelas. Data Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan pada 2019 tercatat ada 57,33 juta kelas menengah atau 21,45% dari total penduduk Indonesia.
Kini pada 2024, jumlah kelas menengah menjadi 47,85 juta atau 17,13% dari total penduduk Indonesia. Artinya, penduduk kelas menengah telah menyusut hingga 9,48 juta dalam kurun waktu lima tahun.
Pada periode yang sama, terjadi peningkatan jumlah dan persentase kelompok penduduk rentan miskin dari 54,97 juta menjadi 67,69 juta atau dari 20,56% menjadi 24,23%. Sementara itu, kategori menuju kelas menengah atau aspiring middle class dari 128,85 juta menjadi 137,50 juta atau dari 48,2% menjadi 29,22%.