Bisnis.com, BADUNG — Presiden Joko Widodo menyampaikan pidato pembukaan dalam Pelaksanaan High Level Forum On Multi Stakeholders Partnership (HLF-MSP) dan Indonesia-Africa Forum (IAF) ke-2 2024 di Bali, 1–3 September 2024. Terdapat sejumlah poin penting yang disampaikan.
Dalam pidatonya, Jokowi menekankan perlunya semua pihak bekerja sama untuk menciptakan perubahan positif di tengah berbagai tantangan, mulai dari perlambatan ekonomi, tingkat pengangguran dan inflasi yang belum membaik yang akhirnya menimbulkan banyak korban jiwa dan mengganggu rantai pasok global.
Dengan demikian, Jokowi menyebut bahwa diperlukan arah dan visi, hingga strategi baru demi mewujudkan pembangunan yang lebih adil dan inklusif bagi negara negara berkembang.
Pertama, pencapaian target SDG harus tetap menjadi fokus utama pembangunan global yang diselaraskan dengan prioritas pembangunan nasional dan regional termasuk agenda 2063 ke Afrika dan didukung kemitraan multi pihak.
Kedua, Indonesia berkomitmen menjadi bagian dari solusi global membela kepentingan global south sekaligus menjadi bridge builder dalam memperjuangkan kesetaraan keadilan dan solidaritas dalam mempercepat pencapaian SDG.
“Ini adalah komitmen yang konsisten Indonesia usung sejak konferensi Asia Afrika 69 tahun yang lalu,” ucapnya, Senin (2/9/2024).
Baca Juga
Ketiga, Indonesia siap bermitra dengan siapa pun utamanya dengan kawasan afrika sebagai kunci agenda pembangunan global.
Menurutnya, hasil kemitraan Indonesia Afrika sejauh ini sangat nyata membawa peningkatan pesat volume perdagangan dan berbagai kesepakatan perjanjian perdagangan. Bahkan, kata dia, Indonesia-Africa Forum tahun ini telah mencatat kesepakatan bisnis yang nilainya mencapai US$3,5 miliar, hampir enam kali lipat dari IAF pertama di tahun 2018.
Keempat, solidaritas global perlu dihidupkan kembali untuk meningkatkan kerja sama selatan selatan untuk meningkatkan kerja sama utara selatan sehingga dapat saling melengkapi dapat saling bahu-membahu dalam mengatasi tantangan tantangan global.
Sebelumnya, Jokowi menyayangkan di saat seperti ini, utamanya di tengah tantangan global, solidaritas internasional justru menurun, semangat multilateralisme pun makin dikesampingkan dan fragmentasi semakin melebar.
Alhasil, pada akhirnya negara negara berkembang adalah yang paling terdampak dan jutaan rakyat negara berkembang menjadi kelompok yang paling merasakan kesulitan.
“Padahal hanya tersisa enam tahun menuju 2030 dan baru 17% target SDG tercapai,” ucapnya.