Bisnis.com, JAKARTA - Center of Economic and Law Studies (Celios) melihat Purchasing Manager Index (PMI) manufaktur Indonesia yang kembali terkontraksi ke level 48,9 pada Agustus 2024 perlu menjadi perhatian serius.
Adapun, dari data yang ditampilkan laporan terbaru S&P Global, Senin (2/9/2024), indeks yang menggambarkan aktivitas manufaktur nasional bulan ini berada di level 48,9, turun dari bulan sebelumnya yang berada di level 49,3.
Direktur Eksekutif Celios Bhima Yudhistira mengatakan, idealnya pada periode Agustus, PMI manufaktur seharusnya menguat yang didorong oleh aktivitas pelaku usaha yang meningkatkan pembelian bahan baku untuk mengantisipasi lonjakan permintaan musiman jelang natal dan tahun baru.
“Berarti penurunan PMI Manufaktur merupakan sinyal yang harus diwaspadai karena mencerminkan level confidences pelaku manufaktur dalam pembelian bahan baku,” kata Bhima saat dihubungi Bisnis, Senin (2/9/2024).
Bhima menilai untuk mengatasi lesunya kinerja manufaktur, pemerintah perlu segera meluncurkan paket kebijakan pemulihan industri. Salah satunya, seperti menahan pelemahan daya beli dengan menunda kenaikan tarif PPN 12%.
Kemudian, memfokuskan pemberian insentif pajak ke industri padat karya, mempercepat pembangunan infrastruktur kawasan industri atau infrastruktur logistik, dan membenahi pengawasan impor barang jadi.
Baca Juga
Sebab, jika keadaan ini terus berlanjut, Bhima khawatir pertumbuhan ekonomi di atas 5% tahun ini sulit tercapai.
“Juga perlu dicatat 30% kontribusi penerimaan pajak berasal dari industri pengolahan. Bisa pengaruh ke capaian target penerimaan negara,” ujarnya.
Tak sampai situ, jelang transisi pemerintahan, Bhima mengharapkan presiden terpilih dapat memetakan para menteri dalam kabinet sesuai dengan kapasitasnya dan tidak banyak yang terafiliasi oleh partai politik.
“Di luar kebijakan teknis tentunya Prabowo perlu pastikan menteri pos ekonomi di isi oleh orang yang berkapasitas bukan dominan politisi,” ucap Bhima.