Bisnis.com, JAKARTA — Fasilitas investment allowance dari pemerintah untuk industri padat karya nyatanya sepi peminat. Tercatat sejak meluncur pada 2020, hanya satu Wajib Pajak (WP) yang menikmatinya pada 2021 dan 2022.
Direktorat Jenderal Pajak (DJP) dalam Laporan Keuangan DJP 2023 mengutarakan bahwa sejak 2020 hingga 2023, hanya 9 WP yang mengajukan permohonan fasilitas investment allowance.
Dari sisi nilai pemanfaatan pun juga tercatat minim, yakni senilai Rp8,38 miliar pada 2021 dan 2022 yang hanya diberikan unutk satu WP.
"Nilai pemanfaatan investment allowance di atas merupakan nilai penghitungan berdasarkan pengurangan penghasilan neto berdasarkan SPT Tahunan Pajak Penghasilan Badan yang disampaikan oleh Wajib Pajak, dikalikan dengan tarif Pajak Penghasilan [22%],” tulis DJP dalam laporan tersebut, dikutip Senin (26/8/2024).
Berbeda dengan fasilitas lainnya, seperti tax holiday dan tax allowance, yang masing-masing dinikmati oleh 20 WP dan 36 WP pada 2022. Terbesar, fasilitas pajak berupa tax holiday senilai Rp7,12 triliun pada 2022.
Adapun, investment allowance merupakan fasilitas pengurangan penghasilan neto atas penanaman modal baru atau perluasan usaha pada bidang usaha tertentu yang merupakan industri padat karya.
Baca Juga
Investment allowance ini diberikan dalam bentuk fasilitas PPh bagi 45 sektor industri padat karya yang mempekerjakan 300 tenaga kerja dalam waktu setahun.
Fasilitas yang diberikan adalah pengurangan penghasilan neto sebesar 60% dari penanaman modal berupa aktiva tetap berwujud termasuk tanah selama 6 tahun.
Dengan demikian, insentif ini berlaku selama 6 tahun terhitung sejak mulai berproduksi dengan pengurangan penghasilan neto masing-masing sebesar 10% per tahunnya.
Padahal, sektor industri padat karya yang berhak mendapatkan fasilitas tersebut mulai dari industri pengolahan kopi, tekstil produk tekstil, sepatu, hingga industri mainan anak-anak.
Meski demikian, dalam laporan tersebut tidak mencantumkan industri mana yang menikmati fasilitas tersebut.