Bisnis.com, JAKARTA -- Belum adanya kepastian pasar menjadi penyebab sepinya minat pelaku industri dalam memanfaatkan insentif investment allowance sebagai fasilitas mendorong geliat industri padat karya.
Ketua Umum Asosiasi Serat dan Benang Filament Indonesia (APSyFI) Redma Gita Wirawasta mengatakan belum adanya kepastian pasar membuat pelaku industri enggan memanfaatkan fasilitas tersebut.
"Jadi, bagaimanapun effort pemerintah dalam memberikan insentif, orang tidak akan mau investasi. Orang mau investasi kalau ada jaminan pasar. Terutama, pasar ekspor kalau di tekstil," ujar Redma kepada Bisnis, Selasa (12/7/2022).
Sebagai informasi, investment allowance adalah insentif pajak berupa pengurangan 10 persen pajak penghasilan neto bagi perusahaan-perusahaan padat karya selama 6 tahun.
Dengan kata lain, sambungnya, penyerapan tenaga kerja besar-besar yang diharapkan dari investasi ini tidak dapat berjalan optimal dan masih diperlukan instrumen lain, yakni kepastian pasar.
Sejauh ini, kata Redma, belum ada investasi baru yang masuk ke sektor tekstil dan produk tekstil (TPT) sejak ekonomi dilanda pandemi Covid-19 pada 2020 silam.
Berdasarkan data Ditjen Pajak, pada 2020 tercatat hanya ada 2 wajib pajak yang mengajukan fasilitas ini, dan pada 2021 hanya 3 wajib pajak. Sampai dengan akhir tahun lalu, belum ada realisasi pemanfaatan investment allowance.
Artinya, sejak diluncurkan pada 2020 belum ada realisasi pemanfaatan investment allowance. Padahal, fasilitas ini diberikan untuk mendorong geliat industri padat karya serta peningkatan tenaga kerja.
Fasilitas ini diberikan mulai Maret 2020 atau sebelum pandemi Covid-19. Ada 45 sektor perusahaan yang bisa mendapatkan dengan syarat bisa menyerap 300.000 tenaga kerja per tahun.