Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

DPN APTI Curiga Ada Intervensi Terkait PP 28/2024

PP 28/2024 khususnya Pasal 429-463, dianggap tak jauh berbeda dengan isi Framework Convention on Tobacco Control (FCTC).
Pekerja mengusung daun tembakau yang dipanen di Ngale, Pilangkenceng, Kabupaten Madiun, Jawa Timur, Selasa (19/9/2023). Menurut petani setempat harga tembakau kering di tingkat petani saat ini Rp48 ribu hingga Rp50 ribu per kilogram, lebih tinggi dibanding musim panen tahun lalu Rp40 ribu per kilogram. ANTARA FOTO/Siswowidodo
Pekerja mengusung daun tembakau yang dipanen di Ngale, Pilangkenceng, Kabupaten Madiun, Jawa Timur, Selasa (19/9/2023). Menurut petani setempat harga tembakau kering di tingkat petani saat ini Rp48 ribu hingga Rp50 ribu per kilogram, lebih tinggi dibanding musim panen tahun lalu Rp40 ribu per kilogram. ANTARA FOTO/Siswowidodo

Bisnis.com, JAKARTA- Dewan Pimpinan Nasional Asosiasi Petani Tembakau Indonesia (DPN APTI) mencurigai adanya intervensi pihak tertentu terkait Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 28/2024 tentang Peraturan Pelaksana Undang Undang No. 17/ 2023 tentang Kesehatan.

Ketua umum DPN APTI Agus Parmuji berpendapat secara umum PP 28/2024 khususnya Pasal 429-463, ruang lingkupnya tak jauh berbeda dengan isi Framework Convention on Tobacco Control (FCTC).

Menurut Agus, di dalam PP 28/2024 tidak ada sama sekali pengaturan kesehatan, yang ada pengaturan industri. Pada titik ini, katanya, Menteri Kesehatan (Menkes) nyata-nyata mengabaikan mandat Konstitusi, serta mandat UU 17/2023 tentang Kesehatan.

Agus Parmuji menambahkan, PP 28/2024 isinya sangat restriktif, sehingga menjadi ancaman atas kedaulatan negara. Hal itu, ungkapnya, merupakan ancaman terhadap tenaga kerja, petani dan penerimaan negara salah satunya banjirnya rokok ilegal di Indonesia.

Agus pun meragukan komitmen pemerintah yang ingin menjaga kedaulatan negara serta melindungi warga negaranya untuk mempertaruhkan hak hidup, hak untuk memenuhi kebutuhan ekonomi, justru kalah sama kepentingan kesehatan global.

“Kenapa pemerintah mau disetir lembaga donor asing dan kelompok anti tembakau untuk membunuh ekosistem pertembakuan yang kontribusinya sangat nyata bagi negara?,” tegas Agus Parmuji dihubungi di Jakarta, Senin (26/08/2024).

Agus Parmuji mensinyalir isi Pasal 429-463 PP 28/2024 merupakan pasal karet. Sebagai contoh, Pasal 435 yang berbunyi “Setiap orang yang memproduksi dan/atau mengimpor produk tembakau dan rokok elektronik harus memenuhi standardisasi kemasan yang terdiri atas desain dan tulisan.”

Agus Parmuji menduga, Pasal 435 adalah pasal culas yang dibuat oleh pemerintah atas pesanan ormas global anti tembakau.

"Pasal 435 apabila diterapkan, pelaku industri hasil tembakau [IHT] legal berpotensi gulung tikar karena beban biaya produksi yang melonjak. Sebab, mereka harus merancang ulang kemasan secara total yang membutuhkan investasi besar dan waktu yang lama,” tukasnya.

Berdasarkan informasi yang diterima, bahwa Pasal 435 akan diberlakukan pada tanggal 31 Agustus 2024. Menurut Agus Parmuji, Pasal 435 tidak menjadi bagian dari ketentuan yang mendapatkan transisi 2 tahun sebagaimana 8 Pasal lain, sehingga Kemenkes bisa menentukan kapan saja ketentuan itu dikeluarkan.

“Ini jelas bentuk ketidakpastian hukum. Hal itu juga bentuk pelanggaran Hak Kekayaan Intelektual karena desain kemasan termasuk hak kekayaan dan industri dipaksa untuk mengubahnya,” terang Agus Parmuji.

Direktur Perhimpunan Pengembangan Pesantren dan Masyarakat (P3M), Sarmidi Husna mengatakan, Kemenkes itu fungsinya memberi pelayanan, mengayomi dan melindungi kehidupan semua kelompok warga bangsa.

Menurutnya, Menkes RI tidak hanya milik salah satu kelompok masyarakat, seperti misalnya kelompok masyarakat anti tembakau, tetapi juga Menkesnya jutaan petani tembakau, petani cengkeh, buruh rokok dan industri hasil tembakau legal.

Sarmidi Husna mengatakan, PP 28/2024 khususnya Pasal 429-463 ditengarai adopsi FCTC dengan melibatkan mafia-mafia internasional atas dukungan pendanaan Multinational Corporation (MNC). Mereka bekerja melalui lembaga resmi pemerintah, parlemen, lembaga penelitian, perguruan tinggi, Ormas dan Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM).


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Penulis : Kahfi
Editor : Kahfi
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper