Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rencana Tarif Cukai Tembakau Baru Bisa Picu Rokok Ilegal

Penyederhanaan layer tarif Cukai Hasil Tembakau (CHT) dinilai berisiko meningkatkan penjualan rokok ilegal karena masyarakat beralih ke harga murah.
Pekerja memeriksa rokok yang diproduksi di pabrik di Inggris. - Bloomberg/Chris Ratcliffe
Pekerja memeriksa rokok yang diproduksi di pabrik di Inggris. - Bloomberg/Chris Ratcliffe

Bisnis.com, JAKARTA - Penyederhanaan layer tarif Cukai Hasil Tembakau (CHT) dinilai berisiko meningkatkan penjualan rokok ilegal.

Akademisi dari Universitas Padjadjaran, Wawan Hermawan menilai penyederhanaan tarif cukai tersebut bisa membuat konsumen yang terbebani dengan kenaikan harga ini memilih untuk beralih ke pasar rokok ilegal.

Adapun, rencana penyederhanaan layer tarif cukai diatur melalui dokumen Kebijakan Ekonomi Makro dan Pokok-Pokok Kebijakan Fiskal (KEM & PPKF) pada 2025.

Dia menilai penyederhanaan tarif cukai ini akan membuat produsen besar mendominasi pasar, sehingga hanya rokok dengan harga yang relatif mahal saja yang akan tersedia.

"Harga rokok [legal] dari Rp25.000-30.000 dibanding [rokok ilegal] yang Rp10.000-15.000 sangat menurunkan minat terhadap rokok legal. Jadi, merokok rokok legal menjadi suatu kemewahan bagi kalangan bawah atau 40 persen masyarakat dengan pendapatan terendah," kata Wawan dalam keterangannya, Sabtu (20/7/2024).

Dia menambahkan perokok akan mencari alternatif lebih murah untuk tetap memenuhi kebiasaan mereka seiring dengan adanya tekanan ekonomi yang dihadapi masyarakat. Salah satunya dengan meningkatkan konsumsi rokok ilegal maupun sigaret kretek tangan (SKT).

Terlebih, lanjutnya, jumlah perokok di kalangan pendapatan rendah jauh lebih tinggi dibandingkan dengan perokok di kalangan penghasilan menengah tinggi.

Menurutnya, angka prevalensi merokok di Indonesia yang masih tinggi dan budaya rokok sebagai alat sosial di masyarakat memicu hal tersebut.

"Selain itu, penegakan hukum terhadap produsen rokok juga masih lemah," ujarnya.

Berdasarkan survey Indodata pada 2020 di 13 kota provinsi menemukan bahwa 28,12% dari 2.500 responden di Indonesia mengonsumsi rokok ilegal.

Direktur Eksekutif Indodata, Danis TS Wahidin, menjelaskan bahwa survei ini dilakukan untuk mengkaji hubungan antara tingginya cukai rokok resmi dan peredaran rokok ilegal.

"Kenaikan harga rokok memengaruhi perilaku perokok, tapi tidak berhenti merokok. Yang terjadi adalah peralihan dari rokok premium ke rokok standar, bahkan masyarakat perokok itu berpindah menjadi mengonsumsi rokok ilegal," kata Danis.


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper