Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Ujian Manufaktur Paruh Kedua 2024, Ongkos Produksi Mahal Kala Minim Pesanan

Tantangan beruntun manufaktur nasional masih berlanjut hingga akhir 2024
Ilustrasi industri plastik/JIBI
Ilustrasi industri plastik/JIBI

Bisnis.com, JAKARTA - Tantangan beruntun manufaktur nasional masih berlanjut hingga akhir 2024. Pelaku usaha industri kelimpungan menghadapi ongkos mahal produksi di tengah minimnya pesanan baru. 

Sekjen Asosiasi Industri Olefin, Aromatik dan Plastik Indonesia (Inaplas) Fajar Budiono mengatakan pesanan untuk beberapa bulan ke depan masih minim di industri plastik hulu ke hilir. Pesanan yang ada tak sebanding dengan ongkos logistik yang ditanggung.

"Belum masuk [pesanan]. Kita juga memprediksikan untuk produksinya nggak berani full karena pesanan untuk bulan depan atau 2-3 bulan ke depan itu masih sedikit sekali," kata Fajar kepada Bisnis, dikutip Jumat (23/8/2024). 

Untuk industri plastik, barang impor untuk produk hulu maupun hilir masih terus membanjiri pasar dalam negeri. Meskipun sebagian komoditas hulu untuk bahan baku plastik seperti Polietilena (PE) dan Polipropilena (PP) belum dapat terpenuhi dari dalam negeri. 

Sejak tahun 2020-2023, impor komoditas bahan baku tersebut mengalami kenaikan, khususnya untuk 4 tarif pos dengan rata-rata mencapai 29%. Kenaikan impor paling tinggi yaitu Homopolymer sebesar 36% dan LLDPE naik 35%. 

Di tengah pesanan yang masih minim, industri plastik tetap berupaya mendorong produksi. Meskipun, terjadi penurunan utilisasi kapasitas produksi hingga ke level nyaris 50%. Namun, biaya logistik untuk mengimpor bahan baku dan pengiriman dinilai sangat mahal. 

"Jadi memang logistik kemarin sempat di-lock karena kita sempat mapping juga. China terlalu agresif sehingga barang-barang China ini sudah bisa tembus ke pelabuhan-pelabuhan besar di Indonesia semua karena lebih murah," jelasnya. 

Fajar menerangkan, tak hanya barang China yang diberi harga murah, kontainer untuk mengirimkan barang ke Indonesia pun dibawah standar. Dia menyebut China kini dapat mengirimkan barang langsung ke Medan dengan biaya ongkos US$300 per kontainer.

Sementara, pelaku industri perlu berkutat dengan biaya pengiriman Jakarta ke Medan bisa US$400-US$500 per kontainer. Perbedaan biaya logistik juga menjadi pemicu produk lokal kalah saing dengan barang impor.

Terlebih, dia mencatat terjadi peningkatan biaya logistik yang signifikan sejak memanasnya geopolitik global dan perang di Laut Merah yang membuat ongkosnya naik hingga 30%. 

"Sudah harga nya murah, logistik nya juga murah karena memang impor kontainer dari luar langsung masuk ke pelabuhan-pelabuhan besar di Indonesia juga lebih murah," tuturnya. 

Terlebih, dia menyoroti kepemilikan kontainer di Indonesia yang 90% di antaranya merupakan milik asing. Hal ini pun membuat pembayaran sangat bergantung pada volatilitas nilai tukar rupiah. 

"Kontainer China lebih murah karena lebih dekat ke pelabuhan Medan. Kedua, kontainer kosong dari medan langsung bisa masuk ke Singapura di isi barang yang lain jadi dia lebih murah, ini harus diatur pemerintah," terangnya. 


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper