Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

PM Jepang Fumio Kishida Mundur, Langkah Bank of Japan Naikkan Suku Bunga Makin Mulus?

Keputusan PM Jepang Fumio Kishida mundur dapat membuka jalan bagi pemimpin baru yang mendukung upaya bank sentral untuk menormalisasi kebijakan moneternya.
Kantor pusat Bank of Japan (BOJ) di Tokyo, Jepang, Rabu, 31 Juli 2024./Bloomberg-Akio Kon
Kantor pusat Bank of Japan (BOJ) di Tokyo, Jepang, Rabu, 31 Juli 2024./Bloomberg-Akio Kon

Bisnis.com, JAKARTA – Keputusan Perdana Menteri Jepang, Fumio Kishida, untuk mundur dari jabatannya sebagai ketua partai penguasa, Demokrat Liberal atau Liberal Democratic Party (LDP) dapat membuka jalan bagi pemimpin baru yang mendukung upaya bank sentral untuk menormalisasi kebijakan moneternya.

Mengutip Bloomberg pada Rabu (14/8/2024), beberapa kandidat kuat yang digadang-gadang menggantikan Kishida diantaranya adalah eks Menteri Pertahanan Shigeru Ishiba, Menteri Transformasi Digital ,Taro Kono, Sekretaris Jenderal LDP, Toshimitsu Motegi, serta Menteri Keamanan Ekonomi Sanae Takaichi.

Pasar Jepang terpantau berfluktuasi menyusul berita tersebut. Indeks Nikkei 225 Stock Average terpantau turun sebanyak 0,4% setelah naik 1,3%. Mata uang Jepang sedikit berubah pada 146,89 per dolar, sedangkan imbal hasil obligasi pemerintah Jepang bertenor 10 tahun turun 1,5 basis poin menjadi 0,83%.

Berikut adalah tanggapan beberapa analis terkait pengumuman Kishida dan dampaknya ke pasar keuangan

Mata Uang Yen dan Bank of Japan

Yujiro Goto, Head of Currency Strategy di Nomura Securities Co menjelaskan, jika Kishida mundur, kemungkinan akan ada ekspektasi Motegi atau Kono akan lebih mencalonkan diri sebagai pemimpin partai. Hal ini akan membuat masyarakat mungkin membeli yen karena keduanya telah membicarakan perlunya Bank of Japan (BOJ) menaikkan suku bunga dan memperbaiki kelemahan yen sebelum pertemuan bulan Juli.

“Apakah mereka benar-benar bisa menang adalah masalah lain, karena jajak pendapat baru-baru ini menunjukkan peringkat dukungan terhadap Kono menurun dan dukungan terhadap Motegi tetap rendah,” kata Goto.

Sementara itu, dia menilai Takaichi adalah satu-satunya orang yang mempunyai kemungkinan untuk mengambil sikap jelas mendukung kebijakan yang lebih akomodatif, sehingga dapat mendorong yen melemah lagi.

Sementara itu, Yuya Fukue, Trader di Rheos Capital Works Inc mengatakan, ada spekulasi bahwa pemerintahan mendatang mungkin mendukung BOJ untuk menormalisasi kebijakannya. Hal tersebut mengingat, selain Takaichi, kandidat yang mungkin mencalonkan diri sebagai ketua partai LDP seperti Ishiba, Kono dan Kato tampaknya positif terhadap normalisasi kebijakan.

Di sisi lain, dia menyebut banyak investor yang sibuk menghadapi gejolak pasar dan tidak menaruh banyak perhatian pada persaingan kepemimpinan LDP. 

Sementara itu, Eiji Dohke, Chief Bond Strategist SBI Securities Co. menambahkan, mundurnya Kishida akan mempermudah BOJ melanjutkan strategi kenaikan suku bunga acuan. Dia menyebut, Kishida adalah orang yang paling vokal dalam menentang kenaikan suku bunga BOJ, sementara itu banyak kandidat calon presiden LDP berorientasi pada normalisasi.

Namun, Dohke menilai kenaikan suku bunga acuan pada akhir tahun kemungkinan akan menjadi lebih sulit.

Saham

Global Market Strategist di Invesco Asset Management Japan, Tomo Kinoshita, mengatakan, tingkat kepuasan masyarakat terhadap kabinet Kishida yang rendah memunculkan harapan bahwa perubahan di tingkat atas akan meningkatkan kepercayaan diri dan meningkatkan kemampuan untuk melaksanakan kebijakan.

Dia mengatakan, melambatnya upaya Jepang untuk menjadi pusat pengelolaan aset akan berdampak negatif bagi saham. Kinoshita menyebut, Kishida sangat dihormati pada komunitas keuangan atas inisiatif tersebut.

Sementara itu, Charu Chanana, Head of Currency Strategy di Saxo Markets mengatakan, meski pengunduran diri Kishida dapat menimbulkan ketidakpastian, tingkat kepuasan masyarakat yang rendah berarti reaksi negatif yang signifikan ke pasar ekuitas dapat dihindari.

Chief Desk Strategist di Mizuho Securities, Shoki Omori, mengatakan, pelaku pasar tidak akan menyukai situasi yang tidak menentu. Hal ini terutama pada pelaku yang berinvestasi pada aset berisiko seperti ekuitas. 

Omori mengatakan, Perdana Menteri Kishida mendorong program NISA yang baru dan sekarang dia memutuskan untuk mengundurkan diri. Menurutnya, nilai mata uang yen akan bergantung pada faktor eksternal, terutama data AS dan The Fed.

“Sementara itu, obligasi pemerintah Jepang (JGB) akan tetap menjadi pasar penawaran/permintaan. Pandangan awal saya adalah bahwa ekuitas akan terkena dampak paling besar,” ujar Omori.


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper