Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Ada PPN DTP, Serapan Rumah Tapak Stabil di Semester I/2024

JLL Indonesia mencatat pasar rumah tapak berada di level stabil sepanjang Semester I/2024 yang didorong adanya insentif PPN DTP.
Foto aerial salah satu perumahan subsidi di Ciampea, Bogor, Jawa Barat, Senin (6/1/2023). Bisnis/Himawan L Nugraha
Foto aerial salah satu perumahan subsidi di Ciampea, Bogor, Jawa Barat, Senin (6/1/2023). Bisnis/Himawan L Nugraha

Bisnis.com, JAKARTA - Konsultan properti Jones Lang LaSalle (JLL) Indonesia mencatat pasar rumah tapak berada di level stabil sepanjang Semester I/2024. Salah satunya, didorong oleh implementasi PPN Properti Ditanggung Pemerintah (PPN DTP).

Head of Advisory JLL, Vivin Harsanto menjelaskan serapan positif rumah tapak pada paruh pertama 2024 ini terjadi meskipun unit yang diluncurkan jauh lebih sedikit dibandingkan dengan periode semester I/2023.

"Faktor yang mempengaruhi hal ini, termasuk pemilihan presiden, bulan puasa Ramadan, kenaikan suku bunga acuan menjadi 6,25% hingga adanya pemberian insentif bebas pajak bersyarat 100% untuk properti dengan harga Rp2 miliar yang berakhir Juni 2024," kata Vivin dalam Media Briefing di Jakarta, Rabu (7/8/2024).

Adapun, serapan rumah tapak paling laku di pasaran yakni rumah senilai Rp600 juta hingga Rp1,3 miliar sebesar 32%. Kemudian, rumah dengan harga di bawah Rp600 juta menempati posisi kedua yaitu mencapai 30%.

Kemudian, JLL mencatat tingkat penjualan rumah tapak dilaporkan mencapai 88% dari total pasokan. Di mana, sepanjang paruh pertama 2024 total pasokan baru rumah tapak mencapai 6.000 unit.

Sementara itu, total permintaan yang tercatat oleh JLL dilaporkan mencapai 6.800 unit. Seiring dengan hal itu, JLL optimis tren rumah tapak bakal tetap berjalan positif.

Head of Research JLL, Yunus Karim, menjelaskan bahwa meskipun besaran insentif yang diberikan jauh lebih kecil. Namun, kualitas serapan rumah tapak di sisa 2024 akan tetap terakselerasi.

"Penyerapan tetap sehat untuk semester II/2024. Ini terdorong kondisi pemerintah bahwa tetap memberikan 50% insentif dengan kondisi regulasi sampai saat ini," pungkas Yunus.


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper