Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Google Diputus Bersalah soal Kasus Monopoli Search Engine

Hakim AS memutuskan Google melanggar undang-undang antimonopoli karena menciptakan monopoli ilegal dan menjadi mesin pencari default di dunia.
Logo Google di sebuah gedung setelah peluncuran Google El Salvador di San Salvador, El Salvador, 16 April 2024./Reuters
Logo Google di sebuah gedung setelah peluncuran Google El Salvador di San Salvador, El Salvador, 16 April 2024./Reuters

Bisnis.com, JAKARTA - Hakim Amerika Serikat (AS) memutuskan Google melanggar undang-undang antimonopoli pada Senin (5/8/2024) waktu setempat. Google menghabiskan miliaran dolar untuk menciptakan monopoli ilegal dan menjadi mesin pencari bawaan (default) di dunia.

Melansir Reuters pada Selasa (6/8/2024) putusan ini merupakan sebuah kemenangan besar pertama bagi otoritas federal dalam menghadapi dominasi pasar Big Tech.

Adapun, Google disebut menguasai sekitar 90% pasar pencarian online dan 95% di ponsel pintar.

Keputusan tersebut membuka jalan bagi uji coba kedua untuk menentukan perbaikan ke depannya, yang berpotensi berujung pada pemecahan usaha induk Google, Alphabet. Hal ini akan mengubah lanskap dunia periklanan online yang telah didominasi Google selama bertahun-tahun.

Hal ini juga merupakan lampu hijau bagi penegak antimonopoli AS yang agresif untuk menuntut perusahaan-perusahaan teknologi besar (big tech). Sektor usaha ini telah mendapat kecaman dari berbagai spektrum politik.

"Pengadilan mencapai kesimpulan bahwa Google melakukan praktik monopoli dan berupaya untuk menjaga statusnya tersebut, Tulis Hakim Distrik AS, Amit Wehta, di Washington DC dikutip dari Reuters pada Selasa (6/8/2024).

Kasus ini diprediksi masih akan akan berlangsung panjang, mengingat masih adanya potensi banding ke Pengadilan Banding AS hingga Mahkamah Agung AS. Perselisihan hukum ini berpotensi berlangsung hingga tahun depan, atau bahkan 2026.

Saham induk Google, Alphabet, terpantau turun 4,5% pada Senin di tengah tren serupa yang terjadi pada saham-saham teknologi. Hal ini seiring dengan koreksi pasar saham karena kekhawatiran resesi. 

Sebagai informasi, iklan Google menyumbang 77% dari total penjualan Alphabet pada periode 2023. Alphabet mengatakan pihaknya berencana untuk mengajukan banding atas putusan Mehta. 

"Keputusan ini mengakui bahwa Google menawarkan mesin pencari terbaik, tetapi menyimpulkan bahwa kita seharusnya tidak diizinkan untuk membuatnya menjadi mudah tersedia," kata Google dalam sebuah pernyataan. 

Jaksa Agung AS, Merrick Garland menyebut putusan tersebut sebagai kemenangan bersejarah bagi rakyat Amerika. Garland menambahkan, tidak ada perusahaan - tidak peduli seberapa besar pengaruhnya - berada di atas hukum.

Sekretaris Pers Gedung Putih, Karine Jean-Pierre mengatakan, putusan yang pro-persaingan ini adalah kemenangan bagi rakyat AS.  Jean-Pierre menerangkan bahwa orang Amerika berhak mendapatkan internet yang bebas, adil, dan terbuka untuk kompetisi.

Membayar Miliaran Dolar AS

Mehta mencatat Google telah membayar US$26,3 miliar pada 2021 saja untuk memastikan mesin pencarinya merupakan bawaan atau default pada smartphone dan browser serta untuk mempertahankan pangsa pasarnya yang dominan. 

Dia menyebut, mesin pencari default merupakan sektor yang sangat berharga. 

Mehta menuturkan, perusahaan mendatang baru hanya dapat mengajukan tawaran sebagai browser bawaan saat kesepakatan sebelumnya telah selesai. Mereka juga harus siap membayar mitranya hingga miliaran dolar AS dalam bentuk bagi hasil (revenue sharing) dan menebusnya atas kekurangan pendapatan yang diakibatkan oleh perubahan tersebut.

"Google menyadari bahwa kehilangan status sebagai browser bawaan akan berdampak signifikan terhadap penerimaannya. Contohnya, Google telah memproyeksikan hilangnya Safari default akan mengakibatkan penurunan permintaan yang signifikan dan hilangnya pendapatan miliaran dolar AS," kata Mehta.

Putusan ini merupakan merupakan keputusan besar pertama dalam serangkaian kasus yang menangani dugaan monopoli perusahaan teknologi besar. Kasus ini pertama kali diajukan pada masa pemerintahan Presiden Donald Trump dan dibawa ke hadapan hakim dari September hingga November tahun lalu.

Adapun, dalam empat tahun terakhir, regulator antitrust federal juga telah menggugat Meta Platforms, Amazon.com, dan Apple. Pemerintah mengklaim perusahaan secara ilegal mempertahankan monopoli.

Senator dari Partai Demokrat yang mengetuai Subkomite Antimonopoli Komite Kehakiman Senat, Amy Klobuchar, mengatakan kasus yang dibahas pada dua pemerintahan Presiden ini menunjukkan dukungan bipartisan yang kuat terhadap penegakan antimonopoli.

“Ini adalah kemenangan besar bagi rakyat Amerika karena penegakan antimonopoli tetap berjalan dan berjalan baik dalam persaingan. Google adalah perusahaan monopoli yang merajalela," kata Klobuchar.


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper