Bisnis.com, JAKARTA - Indonesia dinilai terancam gagal untuk masuk menjad anggota Organisation for Economics Cooperation and Development atau OECD dalam proses aksesi karena berisiko tersandung UU Anti Monopoli.
Komisi Pengawas Persaiangan Usaha (KPPU) mendesak DPR-RI untuk melakukan amendemen Undang-undang No. 5/1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaiangan Usaha Tidak Sehat atau yang dikenal sebagai UU Anti Monopoli.
Ketua KPPU, Fansurullah Asa berharap perubahan UU Anti Monopoli bisa dilakukan segera oleh DPR sebagai upaya mempermudah aksesi Indonesia ke OECD.
Dia menjelaskan, sejak pertama kali disahkan pada 5 Maret 1999, UU Anti Monopoli itu baru satu kali direvisi melalui UU Cipta Kerja yang merubah besaran denda, mencabut ketentuan pidana, dan memindahkan proses keberatan atas Putusan KPPU.
Namun, Fansurullah berujar, perubahan tersebut dianggap belum menyentuh pelbagai persoalan yang ada di UU No. 5/1999 tersebut. Di antaranya, kata dia, seperti ketidakpastian status kelembagaan dan kepegawaian KPPU, pasal yang tumpang tindih, emahnya kewenangan penegakan hukum, sistem notifikasi paska merger, ketiadaan jangkauan ekstrateritorial dan penerapan keringanan hukuman (leniency), dan lemahnya eksekusi atas Putusan KPPU.
Bahkan, Fansurullah membeberkan, persoalan yang masih tersisa dalam UU Anti Monopoli itu sempat diidentifikasi oleh OECD dalam reviu yang dilakukan atas persaiangan usaha di Indonesia pada 2012.
Baca Juga
"Saya khawatir, jika amandemen atas UU No. 5/1999 tidak segera dilaksanakan, Indonesia akan gagal menjadi anggota penuh OECD," ujar Fansurullah dalam keterangan resmi, dikutip Minggu (9/6/2024).
Dia pun menekankan, bahwa persaingan usaha merupakan salah satu komite utama di OECD. Di sisi lain, keanggotaan OECD hanya bisa terjadi jika instrumen hukum di semua komite terpenuhi.
Oleh karena itu, Fansurullah mengusulkan agar amandemen UU No. 5/1999 menjadi bagian dari inisiatif DPR. Adapun, UU Anti Monopoli, kata dia, pada awalnya dibentuk untuk memberikan jaminan kepastian hukum dan lebih mendorong percepatan pembangunan ekonomi dalam upaya meningkatkan kesejahteraan umum di awal masa reformasi.
Dia membeberkan, saat ini, RUU perubahan UU No. 5/1999 masih masuk dalam long list Program Legislasi Nasional (Prolegnas) 2020-2024 berdasarkan Keputusan DPR No. 46/DPRRI/I2019-2020 tentang Program Legislasi Nasional RUU Tahun 2020-2024.
Namun, seiring berjalannya waktu, perubahan UU No. 5/1999 tidak pernah menjadi bagian dari Prolegnas Prioritas DPR. Selain itu, urgensi perubahan UU Anti Monopoli juga tercantum dalam RPJMN
2025-2029 khususnya dalam penguatan fondasi transformasi ekonomi berupa kepastian hukum dan penguatan persaingan usaha, termasuk kelembagaan persaingan usaha.
Dia menjelaskan, perubahan UU melalui Badan Legislasi dapat dilakukan dengan kumulatif terbuka atas Putusan Mahkamah Konstitusi apabila UU No. 5/1999 pernah dilakukan judicial review. Adapun, pada 2016, 2020, dan 2022 sejumlah pasal dalam UU Anti Monopoli itu pernah dilakukan judical review di MK.
Oleh karena itu, kata Fansurullah, tidak menutup kemungkinan UU No. 5/1999 dapat direvisi melalui mekanisme kumulatif terbuka dengan persetujuan fraksi-fraksi di DPR.
"UU No. 5/1999 awalnya lahir dari inisiatif DPR untuk mewujudkan demokrasi ekonomi di Indonesia. Sudah saatnya, Undang-Undang ini disempurnakan sebagai inisiatif dari wakil rakyat”, kata Fansurullah.