Bisnis.com, JAKARTA - Hasil kajian Kementerian Perhubungan (Kemenhub) melalui Badan Kebijakan Transportasi (BKT) bersama Direktorat Jenderal Perhubungan Udara membenarkan usulan Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) bahwa perlunya sistem multi provider avtur untuk mengatasi harga tiket pesawat yang mahal.
Kepala BKT Robby Kurniawan mengatakan, dengan adanya multi provider avtur dapat mencegah praktik monopoli sehingga diharapkan tercipta harga avtur yang kompetitif.
"Terkait dengan hal ini Kemenhub telah menulis surat kepada Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi [Luhut Binsar Pandjaitan] berisi saran dan pertimbangan tentang multi provider BBM penerbangan," ujar Robby dalam keterangan resmi, dikutip Sabtu (3/8/2024).
Selain multi provider, kajian BKT juga mengusulkan agar dihapuskan konstanta dalam formula perhitungan harga avtur. Hal itu berdasarkan Keputusan Menteri ESDM No.17/2019 tentang Formula Harga Dasar dalam Perhitungan Harga Jual Eceran Jenis Bahan Bakar Minyak Umum Jenis Avtur yang Disalurkan Melalui Depot Pengisian Pesawat Udara.
Sementara sebagai solusi jangka menengah hingga jangka panjang menjaga stabilitas harga tiket pesawat, kata Robby, dapat dilakukan dengan meninjau kembali formulasi tarif batas atas (TBA) yang berlaku saat ini.
Revisi TBA tiket pesawat diperlukan lantaran adanya perubahan kondisi pasar yang perlu diakomodir dengan baik, khususnya komponen biaya operasi langsung maupun tidak langsung yang berdampak pada keselamatan penerbangan dan keberlanjutan layanan transportasi udara.
Baca Juga
Robby menambahkan, upaya jangka panjang lainnya yaitu agar stakeholder bidang energi bisa mendorong pemerataan harga avtur di seluruh bandara Indonesia. Salah satunya, kata dia, dengan cara membangun kilang secara tersebar.
"Dengan pemerataan ini diharapkan sektor aviasi di Indonesia menjadi lebih baik dan berdampak positif bagi semua sektor,” ucap Robby.
Berdasarkan catatan Bisnis.com, Rabu (3/7/2024), Anggota KPPU Budi Joyo Santoso mengatakan bahwa pihaknya telah memanggil Kementerian ESDM dan mengusulkan perubahan formulasi HET avtur di dalam Keputusan Menteri ESDM No. 17/2019.
Menurutnya, besaran konstanta yang dipakai pada formulasi perhitungan HET avtur itu ditetapkan sebesar Rp3.581 per liter tidak relevan. Musababnya, kata Budi, pemenuhan avtur saat ini tengah didorong agar dipasok dari produksi dalam negeri. Di sisi lain, besaran konstanta Rp3.581 per liter disebut berasal dari beberapa unsur biaya, seperti penyimpanan, distribusi dan pajak impor.
"Sementara pemerintah saat ini sedang menggalakan pemakiaan avtur lokal, kalau ditambah biaya itu apakah relevan? Enggak relevan," ujar Budi saat ditemui di KPPU, Rabu (3/7/2024).
Diberitakan Bisnis.com, Selasa (6/2/2024), Ketua KPPU Fansurullah Asa membeberkan sejumlah poin rekomendasi KPPU atas dugaan monopoli penyediaan avtur. Pertama, mendorong implementasi open access pada pasar penyediaan dan/atau pendistribusian avtur penerbangan, sebagaimana tercantum dalam Undang-Undang Migas dan peraturan pelaksanaannya.
Kedua, mendorong implementasi sistem multi provider avtur penerbangan untuk setiap kelompok kegiatan di bandar udara dengan memperhatikan beberapa kondisi antara lain kesiapan infrastruktur, dan peluang pelaksanaan lelang atau pemilihan atas rekanan.
Lalu, merevisi Peraturan Badan Pengatur Hilir Minyak dan Gas Bumi (BPH Migas) No. 13/P/BPH MIGAS/IV/2008, serta membuat regulasi teknis oleh BPH Migas terhadap pemanfaatan fasilitas pengangkutan dan penyimpanan bahan bakar yang sejalan dengan prinsip persaingan usaha yang sehat.
“KPPU berharap dengan adaptasi open access dan sistem multi provider tersebut, persaingan di pasar BBM penerbangan lebih terbuka dan efisien sehingga mampu berkontribusi pada turunnya harga tiket penerbangan,” ujar Fanshurullah.