Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

S&P: Investor Was-Was Defisit APBN Pemerintahan Prabowo Bakal Tembus 3%

S&P mengungkapkan investor khawatir soal rencana fiskal pemerintahan baru, utamanya soal rasio utang pemerintah dan defisit fiskal.
Ilustrasi utang pemerintah Indonesia dalam mata uang dolar AS. Bisnis - Himawan L Nugraha.
Ilustrasi utang pemerintah Indonesia dalam mata uang dolar AS. Bisnis - Himawan L Nugraha.

Bisnis.com, JAKARTA – Lembaga pemeringkat kredit S&P mengungkapkan bahwa investor was-was akibat rencana fiskal pemerintahan baru, utamanya soal rasio utang pemerintah dan defisit fiskal, karena menimbulkan ketidakpastian kebijakan. 

Dalam laporan S&P terbaru yang terbit 30 Juli 2024, tertulis bahwa pemerintah yang akan datang telah mengisyaratkan bahwa mereka berniat untuk meningkatkan belanja publik, dengan pendanaan yang berasal dari peningkatan utang pemerintah.

“Para investor cenderung berfokus pada apakah pemerintah yang akan datang akan terus mematuhi batasan hukum pada defisit fiskal,” tulis S&P, dikutip Rabu (31/7/2024). 

Sebagaimana pemberitaan Bisnis sebelumnya, bahwa presiden terpilih Prabowo Subianto berencana menigkatkan rasio utang pemerintah ke level 50% atau masih di bawah batas aman 60% dari PDB sesuai dengan Undang-Undang Keuangan Negara. 

Lebih lanjut, S&P menyoroti bahwa kebijakan ini dapat ditafsirkan bahwa pemerintah akan menjalankan defisit tahunan di atas batas legal 3% dari PDB. Padahal, kebijakan ini sudah dipertahankan dalam 20 tahun terakhir, kecuali selama Pandemi Covid-19. 

S&P pun melihat pada dasarnya pemerintahan yang akan menggantikan Jokowi ini telah meyadari risiko akan kenaikan defisit maupun rasio utang. Mereka telah menekankan bahwa rasio utang 50% tetap berada dalam batas hukum saat ini. 

Pemerintahan yang akan datang juga mengindikasikan bahwa peningkatan utang tergantung pada kemampuan pemerintah baru untuk meningkatkan pendapatan dan bahwa rasio utang akan sedikit berubah pada tahun fiskal berikutnya. 

Meski pihak presiden terpilih telah menyangkal rencana Prabowo untuk mengubah undang-undang dan mengizinkan defisit fiskal yang lebih besar, investor masih was-was akan kebijakan pemerintah Indonesia. 

“Terlepas dari jaminan-jaminan ini, ketidakpastian kebijakan kemungkinan akan tetap ada sampai pemerintahan berikutnya mengumumkan rencananya secara rinci,” lanjut S&P. 

Lebih jauh lagi, S&P bahkan menyampaikan adanya potensi menurunkan peringkat kredit Indonesia apabila utang pemerintah secara umum meningkat pada tingkat tahunan lebih dari 3% dari PDB secara terus-menerus. 

Alasan lainnya, apabila pembayaran bunga pemerintah secara umum melampaui 15% dari pendapatan secara berkelanjutan atau terjadi perlambatan struktural pada penerimaan ekspor. 

Meski demikian, S&P memperkirakan defisit anggaran dalam tiga tahun ke depan akan lebih tinggi dibandingkan defisit anggaran pada 2022-2024.

“Mengingat rencana pengeluarannya, pemerintah baru kemungkinan akan menargetkan kekurangan anggaran yang mendekati batas legal 3% dari PDB,” lanjut S&P. 

Per 30 Juli 2024, S&P mempertahankan peringkat kredit Indonesia atau Sovereign Credit Rating (SCR) pada BBB atau satu tingkat di atas investment grade dengan outlook stabil. 


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper