Bisnis.com, JAKARTA – Ekonom Senior sekaligus mantan Menteri Keuangan (periode 2013-2014) Chatib Basri menyampaikan bahwa tren penguatan nilai tukar rupiah pada pekan lalu utamanya dipengaruhi oleh faktor eksternal.
Dia menjelaskan, kondisi ini seiring dengan adanya ekspektasi pasar terhadap penurunan suku bunga bank sentral Amerika Serikat (AS), Fed Funds Rate/FFR), dalam beberapa bulan ke depan.
“Sehingga ini yang menjelaskan mengapa exchange rate kita mengalami penguatan beberapa ratus basis poin beberapa waktu terakhir,” katanya dalam acara Market Outlook 2024, Selasa (16/7/2024).
Selain itu, Chatib mengatakan bahwa pernyataan pemerintah dan tim sinkronisasi pemerintahan presiden terpilih Prabowo Subianto terkait keberlanjutan fiskal turut mempengaruhi penguatan rupiah.
Pernyataan tersebut berasal dari Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati, dan Tim Sinkronisasi Pemerintahan, bahwa defisit APBN pada 2025 akan djaga di bawah level 3% dari PDB.
“Statement ini memberi comfort kepada market bahwa desain dari kebijakan fiskal itu akan tetap dijaga. Itu yang kemudian juga memberikan rasa yang cukup nyaman bahwa defisitnya bisa dijaga,” jelasnya.
Baca Juga
Bisnis mencatat, nilai tukar rupiah pada Selasa (16/7/2024) ditutup pada level Rp16.199 per dolar AS. Nilai tukar tersebut turun 0,18% atau sebesar 29 poin.
Sebagaimana diketahui, kabar rasio utang terhadap PDB dalam APBN pemerintahan mendatang sempat menjadi sorotan dan kekhawatiran bagi investor, sehingga turut memicu pelemahan rupiah.
Pada kesempatan sebelumnya, Sri Mulyani menyampaikan bahwa presiden terpilih Prabowo telah berkomitmen menjaga defisit APBN 2025 di bawah 3% dari PDB.
“Kami sudah menyampaikan juga kepada presiden terpilih Bapak Prabowo dan beliau juga memberikan keyakinan arahan bahwa beliau commit defisit di bawah 3%,” katanya.
Adapun, DPR RI dan pemerintah telah menyetujui defisit pada tahun depan akan berada pada rentang 2,29% hingga 2,82% dari PDB atau di bawah 3%.