Bisnis.com, JAKARTA - Ekonom menilai pertumbuhan ekonomi China yang melambat pada kuartal II/2024, sekaligus mencatatkan pertumbuhan paling buruk dalam lima kuartal terakhir, juga berdampak bagi perekonomian Indonesia.
Produk Domestik Bruto (PDB) China dilaporkan tumbuh 4,7% pada kuartal II/2024 (year-on-year/yoy). Angka tersebut lebih rendah dari perkiraan rata-rata ekonom sebesar 5,1%. Penjualan eceran juga tumbuh pada laju yang paling lambat sejak Desember 2022.
Perlambatan pada perekonomian Negeri Tirai Bambu tersebut kemudian dapat memberikan beberapa dampak bagi sang Tanah Air.
“China merupakan mitra dagang utama Indonesia dalam hal kegiatan ekspor. China juga merupakan salah satu negara dengan pertumbuhan Foreign Direct Investment (FDI) ke Indonesia yang tertinggi,” jelas Kepala Ekonom Bank Permata Josua Pardede kepada Bisnis, pada Selasa (16/7/2024).
Josua menuturkan bahwa berdasarkan elastisitas pihaknya, penurunan ekonomi China sebesar 1% dapat berdampak pada perlambatan ekonomi Indonesia sebesar 0,1%,
Tidak hanya itu, dampak dari 1% perlambatan ekonomi Negeri Panda ini juga berdampak pada pelebaran defisit transaksi berjalan (current account deficit/CAD) sebesar 0,07% dari PDB.
Baca Juga
Dampak lainnya adalah terhambatnya aliran modal (capital inflow) ke Indonesia karena investor asing melihat hubungan yang cukup kuat antara ekonomi China dan Indonesia.
“Sentimen risk-off pada ekonomi China karena naiknya isu ‘slower-for-longer’ akan berdampak pada naiknya risk-off sentiment pada kawasan Asia Pasifik terutama pada Indonesia,” pungkasnya.
Adapun, dampak dari tertahannya capital inflow akan memberikan dampak lanjutan pada stabilitas nilai tukar rupiah saat terjadinya pelebaran CAD.
Sebelumnya, terkait pelemahan PDB China tersebut, ekonom di Credit Agricole CIB di Hong Kong Xiaojia Zhi menuturkan bahwa pemerintah China perlu mempertimbangkan dukungan kebijakan yang besar untuk mencapai target pertumbuhan sekitar 5%. Hal ini diperlukan setelah data kuartal II/2024 yang mengecewakan.
Kepala ekonom China di Nomura Holdings, Liu Ting juga berpendapat bahwa akar dari perlambatan pertumbuhan adalah sektor properti sebagai pilar ekonomi masih menyusut dengan cepat. Harga rumah juga tengah merosot.
Sementara itu, kepala ekonom Asia Bloomberg Economics Chang Shu juga menuturkan bahwa perekonomian China sedang berjuang untuk mempertahankan pemulihan yang lemah.
“Hal ini kemungkinan akan menahan pengeluaran terkait perumahan dan keyakinan konsumen yang dibutuhkan untuk peningkatan belanja yang signifikan,” terangnya.