Bisnis.com, JAKARTA – Aksi konversi lahan sawah di Indonesia dikhawatirkan makin problematis seiring dengan terus turunnya kemampuan produksi padi di lahan sawah Indonesia dalam beberapa tahun terakhir.
Pegiat Asosiasi Ekonomi Politik Indonesia dan Komite Pendayaan Pertanian, Khudori, mengatakan persentase penambahan lahan sawah baru di bawah 25% dari keseluruhan kapling yang dikonversi.
“Kecepatan konversi lahan 4 kali lipat lebih cepat dibandingkan dengan kemampuan pemerintah membuat lahan baru,” kata Khudori kepada Bisnis.com baru-baru ini.
Hal tersebut sejalan dengan tren luas panen padi dan produksi beras yang merosot sejak 5 tahun terakhir. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), luas panen padi di Indonesia turun dari 10,68 juta hektare pada 2019 menjadi 10,20 juta hektare tahun lalu.
Tren tersebut diiringi dengan penurunan produksi beras dari 31,31 juta ton/tahun menjadi 30,20 juta ton/tahun pada periode yang sama.
Menurutnya, lambatnya progres perluasan lahan sawah di Tanah Air tidak terlepas dari ihwal partisipasi pemerintah daerah (pemda) dalam mengimplementasikan Perpres No. 59/2019 tentang Pengendalian Alih Fungsi Lahan Sawah.
Baca Juga
Pelaksanaan perpres tersebut diinisiasi di 8 provinsi meliputi Banten, Jawa Barat, Jawa Timur, Jawa Tengah, Daerah Istimewa Yogyakarta, Bali, Nusa Tenggara Barat (NTB), dan Sumatra Barat. Pada 2020, dilanjutkan di 12 provinsi dan 13 provinsi pada 2021.
Namun, kata Khudori, proses implementasi beleid itu kemungkinan besar terseok-seok karena belum semua pemda menetapkan peraturan daerah (perda) terkait dengan perihal alih fungsi lahan sawah di Indonesia.
“Problem utamanya, sampai hari ini pemda kabupaten/kota belum seluruhnya menetapkan semacam perda tata ruang yang di dalamnya menetapkan lahan sawah yang dilindungi,” ucapnya.