Bisnis.com, JAKARTA – Ekonom menilai tahun pertama pemerintahan Presiden dan Wakil Presiden terpilih, Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka, akan menghadapi tantangan yang lebih berat, terutama dari sisi ekonomi.
Ekonom Universitas Paramadina Wijayanto Samirin menyampaikan bahwa terdapat empat potensi krisis di bidang ekonomi yang akan menjadi tantangan pemerintahan mendatang.
Pertama, yaitu krisis fiskal. Hal ini tercermin dari debt service ratio (DSR) Indonesia atau rasio jumlah utang terhadap penerimaan negara yang diperkirakan mencapai 43,45 pada 2025.
“DSR sudah 43,4%, artinya kita menghabiskan 43,4% untuk membayar utang dan bunga bunga. Untuk membayar utang dan bunga utang, itupun tidak punya, jadi [pemerintah] harus berutang lagi,” katanya dalam acara diskusi publik, Kamis (11/7/2024).
Di sisi lain, Wijayanto mengatakan bahwa rasio pajak ke depan masih stagnan karena masalah struktural. Pemerintah dalam rangka melakukan pembiayaan juga dinilai akan semakin tergantung pada Surat Berharga Negara (SBN) dengan bunga yang tinggi.
Kedua, krisis di sektor industri. Menurutnya, Indonesia tengah menghadapi deindustrialisasi dini, di mana sektor manufaktur hanya mewakili 18% dari PDB, turun dari 22% pada periode 2010-an.
Baca Juga
"Ketiga, krisis lapangan kerja. Sebanyak 10 juta Gen-Z menganggur. Hal ini juga mengindikasikan bahwa pemerintah gagal memanfaatkan demographic bonus,"
Sementara itu, pekerja di sektor informal juga masih mendominasi, mencapai 60% hingga 70% dari total pekerja. Fenomena pemutusan hubungan kerja (PHK) pun marak terjadi di sejumlah industri.
Keempat, yaitu krisis rupiah. Wijayanto mengatakan nilai tukar rupiah dalam setahun terakhir melemah terhadap 81,28% seluruh mata uang dunia.
Perkembangan ini pun, kata dia, sudah dengan dukungan harga komoditas global yang tinggi, upaya stabilisasi Bank Indonesia melalui Sekuritas Rupiah Bank Indonesia (SRBI), dan penerbitan SBN dengan tingkat suku bunga yang cenderung tinggi.