Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Jokowi Setuju Terapkan DMO Gas Murah untuk Industri Domestik 60%

Presiden Jokowi menyetujui rencana kewajiban pasok domestik atau DMO gas bumi sebesar 60% untuk kebutuhan industri manufaktur dan kelistrikan domestik.
Presiden Joko Widodo menyambut kehadiran sejumlah delegasi dari World Water Forum ke-10 di lokasi pembibitan mangrove Taman Hutan Raya (Tahura) Ngurah Rai, di Bali, Senin (20/5)/JIBI/Bisnis-Adam
Presiden Joko Widodo menyambut kehadiran sejumlah delegasi dari World Water Forum ke-10 di lokasi pembibitan mangrove Taman Hutan Raya (Tahura) Ngurah Rai, di Bali, Senin (20/5)/JIBI/Bisnis-Adam

Bisnis.com, JAKARTA — Presiden Joko Widodo atau Jokowi menyetujui rencana kewajiban pasok domestik atau domestic market obligation atau DMO gas bumi sebesar 60% untuk kebutuhan industri manufaktur dan kelistrikan domestik.

Selain itu, harga wajib pasok gas domestik itu juga nantinya bakal dibarengi dengan ketetapan harga kebijakan harga gas bumi tertentu (HGBT) yang lebih rigid, mulai dari sisi kepala sumur (wellhead) sampai dengan di titik serah (plant gate) dengan industri pengguna. 

Aturan itu tertuang dalam Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) tentang Gas Bumi untuk Kebutuhan dalam Negeri. Rancangan aturan itu didorong Kementerian Perindustrian sejak 2 tahun terakhir. 

Menteri Perindustrian (Menperin) Agus Gumiwang Kartasasmita menuturkan, rancangan beleid setingkat peraturan pemerintah itu telah disetujui Jokowi dalam rapat terbatas terkait dengan HGBT di Istana Kepresidenan, Jakarta, Senin (8/7/2024) kemarin.

“Berita baik bagi kita semua, Bapak Presiden dalam ratas kemarin menyetujui pembentukan RPP Gas Bumi untuk kebutuhan domestik,” kata Agus dalam acara peluncuran PP No.20 Tahun 2024 Tentang Perwilayahan Industri, Selasa (9/7/2024).

Menurut Agus, selama ini kewajiban pasok atau ketersediaan gas untuk industri manufaktur tidak diatur secara tegas. 

Konsekuensinya, pasokan gas untuk industri dari lapangan kelolaan kontraktor kontrak kerja sama (KKKS) tidak berkelanjutan dan belakangan harga gas justru naik hampir dua kali lipat dari amanat HGBT di level awal US$6 per juta per British Thermal Unit (MMBtu).

“Kalau kita lihat sekarang dalam neraca dari total produksi gas nasional, sekarang yang diperuntukkan atau yang dialokasikan untuk manufaktur dan termasuk pupuk baru 40%, ini terjadi secara alamiah seperti itu belum ada regulasi,” kata Agus. 

Di sisi lain, dia menambahkan, pemerintah turut membuka opsi impor gas untuk memenuhi keperluan industri manufaktur domestik. Dia menegaskan, nantinya beleid itu bakal membuka lebar kompetisi harga antara gas produksi di dalam negeri dengan harga impor. 

Dia menilai aturan ini terbilang krusial di tengah proyeksi peningkatan kebutuhan gas domestik untuk industri manufaktur. Dia memperkirakan kebutuhan gas untuk industri naik dua kali lipat pada 2030 mendatang jika dibandingkan dengan neraca tahun ini.

“RPP Gas Bumi untuk kebutuhan dalam negeri ini juga mendorong sektor hulu gas bisa sehat, ada kompetisi, tidak lagi monopoli,” kata dia. 

Seperti diberitakan sebelumnya, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) mencatat realisasi pemanfaatan gas bumi dalam negeri sepanjang 2023 telah menyentuh 3.745 juta kaki kubik per hari (MMscfd) atau 68,2% dari keseluruhan produksi. Sisanya, produksi gas dalam negeri itu dijual untuk pasar ekspor.  

Pemanfaatan gas bumi dalam negeri tersebut mayoritas dialokasikan untuk sektor industri sebesar 1.516 MMscfd, sedangkan untuk jaringan gas (jargas) rumah tangga sekitar 16 MMscfd. Saat ini, jargas yang telah terpasang untuk sekitar 900.000 sambungan rumah (SR), dan akan terus diperluas ke depan.

Sementara itu, Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) melaporkan potensi penerimaan bagian negara yang hilang dari kebijakan harga gas bumi tertentu (HGBT) sepanjang 2023 mencapai lebih dari US$1 miliar atau minimal sekitar Rp15,67 triliun (asumsi kurs Rp15.667 per dolar AS).  

Deputi Keuangan dan Komersialisasi SKK Migas Kurnia Chairi mengatakan, potensi hilangnya pendapatan negara itu masih hitung-hitungan awal dan perlu rekonsiliasi lanjutan.  

Hilangnya pendapatan negara yang cukup besar itu dibarengi dengan pengembalian sejumlah kontrak volume dan gas ke perjanjian jual beli gas (PJBG) awal sebelum beleid HGBT terbit pertama kali lewat Kepmen ESDM No.89/2020. 

“Kalau saya mencatat mungkin jumlahnya di 2023 ini bisa mencapai lebih dari US$1 miliar ada potensi penurunan penerimaan negara atau penyesuaian penerimaan negara,” kata Kurnia saat webinar, Rabu (28/2/2024).

Lewat beleid teranyar Keputusan Menteri (Kepmen) ESDM Nomor 91.K/MG.01/MEM/2023, HGBT tidak lagi dipatok US$6 per juta metrik british thermal unit (MMBtu). Sebagian industri saat ini mendapat penyusutan alokasi volume dan harga gas bisa di level tertinggi US$7 per MMBtu. 

Secara berturut-turut, Kementerian ESDM telah mencatat pengurangan bagian negara dari program gas murah industri ini mencapai Rp29,39 triliun selama 2021 dan 2022. Bagian negara yang hilang itu turun rata-rata sebesar 46,81% selama dua periode program itu berjalan.

Kendati demikian, Kurnia menerangkan, serapan HGBT sepanjang 2023 telah naik ke level sekitar 96%. Artinya, ada peningkatan penerima insentif gas murah itu yang cukup signifikan dibandingkan penyaluran 2021 dan 2022.  

Sepanjang 2021, jumlah penyerahan harian pasokan gas bumi untuk sektor industri sebesar 87,06% dari alokasi saat itu 1.241,01 BBtud, sementara penyaluran gas pada 2022 melorot ke level 81,38% dari alokasi volume sebesar 1.253,81 BBtud. 


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper