Bisnis.com, JAKARTA — Wakil Ketua Forum Industri Pengguna Gas Bumi (FIPGB) Achmad Widjaja membeberkan variabel harga gas pipa yang dicampur dengan liquefied natural gas (LNG) untuk industri saat ini berada di rentang US$6,5 per juta metrik british thermal unit (MMBtu) sampai dengan US$13,5 per MMBtu.
Achmad mengatakan variabel harga gas yang disalurkan PT Perusahaan Gas Negara Tbk (PGAS) atau PGN itu sudah jauh terpaut dari amanat harga gas bumi tertentu (HGBT) yang awalnya dipatok di level US$6 per MMBtu.
Apalagi, kata Achmad, sebagian besar industri di Jawa Barat saat ini menerima tarif paling tinggi tersebut.
“Blending harga LNG dan gas alam sudah dijual ke pelanggan dengan harga variabel dari atas US$6,5 per MMBtu sampai US$13,5 per MMBtu, yang sudah di luar HGBT,” kata Achmad saat dihubungi, Senin (1/7/2024).
Selain itu, Achmad mengatakan, belum ada kepastian harga dan pasokan dari PGN setelah bauran gas pipa dengan LNG itu diterapkan.
Dia berharap PGN dapat memberikan kepastian harga dan pasokan dengan kontrak yang stabil untuk mendukung rencana investasi industri domestik mendatang.
Baca Juga
“Kepastian investasi jadinya sulit, industri kan tidak bisa seperti cetak koran, kita mesti pertimbangkan bahan baku, mesin, pasar bagaimana, panjang ceritanya,” kata dia.
Sebelumnya, PGN mendapat tambahan 1 kargo LNG setara 2,6 MMBtu dari Kilang Tangguh, Teluk Bintuni, Papua Barat untuk kontrak 5 tahun.
“Ini adalah milestone penting bagi kami. LNG merupakan salah satu upaya terbaik yang kami berikan bersama pemerintah serta pemasok untuk menjawab tantangan kebutuhan gas bumi domestik,” kata Direktur Komersial PGN Ratih Esti Prihatini lewat siaran pers, Senin (1/7/2024).
Sampai dengan kuartal I/2024, volume niaga gas bumi telah mencapai 858 british thermal unit per day (BBtud) Upaya meningkatkan volume penjualan di berbagai wilayah terus dilakukan, baik di wilayah yang tersedia jaringan maupun penetrasi infrastruktur wilayah baru.
Sejauh ini PGN masih menjaga target volume niaga tahun 2024 sebesar 954 BBtud.
Sementara, penyerapan LNG di wilayah Jawa Barat saat ini telah mencapai 45 BBtud per Mei 2024.
“Angka ini lebih tinggi dari perkiraan awal kami,” kata Ratih.
Sebelumnya, Kepala Divisi Program dan Komunikasi SKK Migas Hudi Suryodipuro menuturkan, tambahan kargo LNG itu belakangan diperlukan untuk menambal pasokan defisit gas pipa dari beberapa lapangan di kawasan Sumatra bagian tengah, Sumatra Selatan, dan Jawa bagian barat.
Beberapa lapangan yang mengalami penurunan salur gas itu di antaranya, Blok Corridor, PEP Sumatera Selatan (Regional 1), PEP Jawa Barat (Regional 2), PHE Jambi Merang dan sejumlah kontraktor kontrak kerja sama (KKKS) yang beroperasi di kawasan tersebut.
Hudi menuturkan, saat ini perusahaan gas negara itu tengah melakukan sosialisasi atau penjajakan kepada industri pengguna terkait dengan opsi pengalihan sumber gas dari pipa menjadi LNG.
“Di mana harga yang akan dibayarkan oleh end user akan meningkat seiring dengan harga LNG memiliki biaya tambahan di antaranya biaya kapal, regasifikasi dan transportasi lainnya jika diperlukan,” kata dia.
Perusahaan gas negara itu memproyeksikan kebutuhan permintaan gas bumi di Sumatra Tengah, Sumatra Selatan, dan Jawa bagian barat untuk 2024-2034 memerlukan penambahan pasokan gas hasil regasifikasi LNG sebesar 73 BBtud sampai dengan 355 BBtud.
Estimasi itu mengambil porsi 12% sampai dengan 54% dari keseluruhan pasokan gas untuk permintaan pelanggan PGN di tiga kawasan tersebut.