Bisnis.com, JAKARTA – Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) secara resmi menyerahkan Laporan Keuangan Pemerintah Pusat (LKPP) Tahun Anggaran (TA) 2023 dan Ikhstisar Hasil Pemeriksaan Semester (IHPS) II/2023 kepada Presiden Joko Widodo (Jokowi).
Kepala BPK Isma Yatun menyampaikan di depan Jokowi, bahwa pertanggungjawaban dari realisasi Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2023 ini tercatat memperoleh opines Wajar Tanpa Pengecualian (WTP).
Hal tersebut menjadi buah hasil sinergi dan resiliensi pemerintah bersama para pemangku kepentingan yang telah membawa kondisi ekonomi dan sosial kita pasca pandemi Covid-19 relatif pulih lebih baik dibandingkan dengan negara-negara lain.
Terlebih, dinamika pengelolaan keuangan negara yang semakin berkembang di tengah tantangan dan disrupsi membutuhkan multi stakeholder engagement yang efektif sekaligus kolaboratif.
“Kami haturkan terima kasih kepada presiden beserta jajaran pemerintahan yang telah berkomitmen dan berupaya keras menguatkan fondasi akuntabilitas dalam mengelola tata kelola keuangan negara selama 10 tahun terakhir,” ujarnya dalam acara Penyerahan LHP LKPP TA 2023 dan Ikhtisar Hasil Pemeriksaan Semester (IHPS) II TA 2023 dari BPK kepada Presiden, Senin (8/7/2024).
Dirinya berharap resiliensi yang terjaga ini menjadi landasan yang kuat bagi pemerintahan selanjutnya yang akan dipimpin oleh Prabowo Subianto bersama Gibran Rakabuming.
Adapun, Isma Yatun telah terlebih dahulu memberikan LKPP 2023 kepada DPR pada awal Juni 2024.
Isma menjelaskan pemeriksaan LKPP 2023 mencakup laporan bendahara umum negara dan 84 laporan kementerian/lembaga.
Hasilnya, BPK memberikan opini WTP atas Laporan Keuangan Bendahara Umum Negara (LKBUN) dan 80 Laporan Keuangan Kementerian Lembaga (LKKL) serta opini wajar dengan pengecualian atau WDP atas 4 LKKL.
Sementara dari Laporan IHPS II/2023, BPK mencatat adanya potensi kerugian negara senilai Rp93,44 triliun sepanjang 2017-2023.
Pada saat yang sama, BPK juga telah menyelamatkan aset dan uang negara senilai Rp136,88 triliun sepanjang 2005-2023. Sebanyak Rp21,87 triliun di antaranya adalah atas hasil pemeriksaan periode RPJMN 2020 - 2023.
Di sisi lain, dalam laporan tersebut juga BPK menemukan penyimpangan yang dilakukan oleh kementerian/lembaga. Mulai dari bantuan keluarga penerima manfaat yang tidak bertransaksi senilai Rp208,52 miliar belum dikembalikan ke kas kas negara.
Selain itu, juga temuan PT Indofarma Tbk dan PT IGM (anak perusahaan PT Indofarma Tbk) melakukan pengadaan alat kesehatan tanpa studi kelayakan dan penjualan tanpa analisa kemampuan keuangan pelanggan, sehingga mengakibatkan potensi kerugian Rp146,57 miliar.
Kerugian tersebut terdiri dari piutang macet sebesar Rp122,93 miliar dan persediaan yang tidak dapat terjual sebesar Rp23,64 miliar.