Bisnis.com, JAKARTA – Pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi), yang hampir rampung di periode kedua, faktanya mengeluarkan uang lebih banyak untuk membayar utang. Tercatat sekitar empat kali lipat dari akhir masa pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono (SBY).
Ekonom Bright Institute Awalil Rizky menunjukkan tren pembayaran utang, baik pokok maupun bunga, mengalami peningkatan yang cukup signifikan setiap tahunnya, kecuali pada Pandemi Covid-19 2020.
Awalil mencatat pembayaran pokok utang (pelunasan dan cicilan) pemerintah pusat tahun 2023 senilai Rp624,31 triliun dan bunga Rp439,88 triliun. Sehingga total mencapai Rp1.064,19 triliun.
Sementara perkiraan berdasar APBN 2024, dia mengatakan tahun ini akan dilakukan pembayaran pokok utang senilai Rp600 triliun dan bunga Rp497,32 triliun. Dengan demikian, pemerintahan Jokowi harus merogoh kocek APBN total Rp1 triliun.
Awalil meramalkan pembayaran utang akan lebih besar di periode pemerintahan Presiden terpilih Prabowo Subianto.
“[Pembayaran utang] Cenderung meningkat tahun berikutnya,” ujarnya dalam akun X @AwalilRizky, Minggu (7/7/2024).
Mengutip data Kementerian Keuangan yang dipaparkan Awalil, pemerintah membayar utang senilai Rp273,25 triliun pada 2013 yang terdiri dari pokok utang Rp160,21 triliun dan bunga utang senilai Rp113,04 triliun.
Memasuki tahun transisi atau pada 2014, tercatat adanya kenaikan pembayaran utang secara total menjadi Rp370,26 triliun atau naik hampir Rp100 triliun dari 2013.
Masa transisi dari SBY ke Jokowi tersebut, pemerintah membayar Rp236,82 triliun untuk pokok utang dan Rp133,44 triliun untuk bunga utang.
Membandingkan antara 2013 dengan 2023, pembayaran utang tersebut naik 3,9 kali lipat atau hampir empat kali lipat.
Bisnis menghitung, rata-rata pembayaran utang selama kepemimpinan SBY (2004-2014) berada di angka Rp215,88 triliun. Sementara pemerintahan Jokowi (2014-2024), rata-rata membayar utang setiap tahunnya Rp742,05 triliun. Naik hampir tiga kali lipat dari era Presiden SBY.
Mengacu APBN Kita edisi Juni 2024, tercatat keseimbangan primer kas negara berada di angka Rp184,2 triliun. Keseimbangan primer merupakan selisih total pendapatan negara dikurangi belanja negara di luar pembiayaan bunga utang.
Hingga 31 Mei 2024, pendapatan negara tercatat berada di angka Rp1.123,5 triliun sementara belanja negara mencapai Rp1.145,3 triliun atau APBN mencapai defisit Rp21,8 triliun.
Artinya, dengan angka keseimbangan primer tersebut, pemerintah telah membayar bunga utang mencapai Rp206 triliun sepanjang Januari-Mei 2024.
Sebelumnya pun, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menyampaikan kepada Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) bahwa pembayaran bunga utang memang sejatinya naik.
Hal ini sejalan dengan stok utang yang bertambah tinggi, utamanya saat pandemi Covid-19 dan dalam rangka pemulihan ekonomi.
“Walaupun yield stabil, tapi karena jumlah stok utang naik, maka pembayaran bunga utang menjadi lebih banyak,” jelas Sri Mulyani beberapa waktu lalu.
Per 31 Mei 2024, posisi utang pemerintah senilai Rp8.353,02 triliun atau 38,71% dari produk domestik bruto (PDB). Di mana 87,96% di antaranya merupakan Surat Berharga Negara (SBN) dan sisanya pinjaman baik dari dalam dan luar negeri.