Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Pengusaha Sebut Bea Masuk 200% Akan Timbulkan Penutupan Toko hingga PHK

Hippindo menyebut kemungkinan maraknya penutupan gerai hingga PHK jika pemerintah memungut bea masuk terhadap barang impor sebesar 200%.
Truk dan kontainer berderet di Terminal Kontainer IPC, Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta pada Jumat (10/12/2021). - Bloomberg/Dimas Ardian
Truk dan kontainer berderet di Terminal Kontainer IPC, Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta pada Jumat (10/12/2021). - Bloomberg/Dimas Ardian

Bisnis.com, JAKARTA - Himpunan Penyewa Pusat Perbelanjaan Indonesia (Hippindo) menyebut kemungkinan maraknya penutupan gerai hingga pemutusan hubungan kerja (PHK) jika pemerintah memungut bea masuk terhadap barang impor sebesar 200%.

“Kalau misalnya nanti dinaikin 200% dan sebagainya, kami mungkin sampai akhir tahun akan tutup toko, pengurangan tenaga kerja, dan sebagainya,” kata Sekretaris Jenderal Hippindo Haryanto Pratantara dalam konferensi pers di Sarinah, Jumat (5/7/2024).

Dia menyampaikan, kondisi sektor ritel sudah berada dalam posisi sulit usai pemerintah menerapkan Permendag No.8/2024. Kebijakan ini, membuat impor resmi kesulitan untuk memasok barang lantaran adanya kuota impor.

“Gimana mungkin bisa hidup dengan segala kesulitan satu dengan tambahan bea masuk bisa menjadi sangat lebih mahal, kedua, sudah mahal pun dapat kuota impor untuk masukin barang juga susah,” ungkapnya. 

Menurutnya, semua ini akan menjadi kontraproduktif. Sebab, pemerintah juga akan dirugikan lantaran pendapatan pajak dan bea masuk menurun. 

Dia menilai, polemik maraknya produk impor di Tanah Air akan terus terjadi jika pemerintah tidak memahami akar masalahnya.

“Sekarang mau bea masuknya naik 1000% kalau masalahnya di ilegal impor nggak ada dampaknya, yang ada bisnis resminya makin susah,” ujarnya.

Deputi I Perdagangan Dalam Negeri Hippindo Hasan Aula menambahkan, pemerintah melalui Permendag No.8/2024 mengharuskan sejumlah produk impor termasuk global brand untuk mengajukan Persetujuan Impor (PI).

Selain itu terhadap beberapa produk tersebut, pemerintah menetapkan kuota impor sehingga importir tidak bisa sembarangan memasok barang ke Tanah Air.

“Misal mereka mengajukan 10.000 atau 50.000 yang dikasih cuma 20%, kecil sekali,” ujar Hasan.

Jika pemerintah nantinya resmi mengenakan bea masuk 200% dengan segala beban pajak yang harus dibayarkan peritel, bukan tidak mungkin sejumlah toko akan tutup, ekspansi ritel akan berhenti, dan pusat perbelanjaan menjadi sepi lantaran stok barang yang kosong.

Ketua Appbi Alphonzus Widjaja bahkan menyebut telah merevisi target okupansinya di 2024. Sebelumnya, mereka menargetkan tingkat okupansi kembali ke masa sebelum pandemi yakni rata-rata nasional 90%.

“Mudah-mudahan akhir tahun kami bisa bertahan di angka 80%,” harapnya.

Alphonzus pesimistis tingkat okupansi masih bertahan di angka 80% pada awal 2025 jika kondisi ini terus berlanjut. Mengingat sejumlah peritel telah menutup beberapa gerainya.

“Jadi ini yan harus dibenahi segera. Saya kira kerpihatinan ini kalau dibiarkan akan mengancam industri ritel secara keseluruhan,” ujarnya.

Rencanannya, para peritel berencana untuk bertemu dengan Menteri Perdagangan (Mendag) Zulkifli Hasan pada Senin (8/7/2024) untuk memberikan masukan dengan harapan Ketua Umum PAN itu dapat memahami akar masalah dari maraknya produk impor di Tanah Air.  Dengan begitu, atuan yang nantinya dikeluarkan oleh pemerintah dapat menyentuh akan masalahnya.


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Penulis : Ni Luh Anggela
Editor : Reni Lestari
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper