Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Perbandingan Tingkat Kemiskinan Era Jokowi vs SBY, Siapa Juara?

Berikut perbandingan penurunan tingkat kemiskinan era Presiden Joko Widodo (Jokowi) vs Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY).
Presiden RI Joko Widodo menerima kunjungan Presiden RI ke-6 Susilo Bambang Yudhoyono (SBY), di Istana Merdeka, Jakarta, Rabu (9/3/2017). Dok BPMI Setpres RI
Presiden RI Joko Widodo menerima kunjungan Presiden RI ke-6 Susilo Bambang Yudhoyono (SBY), di Istana Merdeka, Jakarta, Rabu (9/3/2017). Dok BPMI Setpres RI

Bisnis.com, JAKARTA – Tingkat kemiskinan Indonesia mengalami penurunan hingga ke level terendah dalam 10 tahun terakhir atau periode 2014-2024. Bagaimana perbandingan penurunan tingkat kemiskinan era Presiden Joko Widodo (Jokowi) vs Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY)? 

Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat tingkat kemiskinan di dalam negeri pada Maret 2024 turun menjadi sebesar 9,03%, sementara jumlah penduduk miskin turun menjadi sebanyak 25,2 juta orang.

Plt. Sekretaris Utama Badan Pusat Statistik Imam Machdi menyampaikan bahwa tingkat kemiskinan hingga Mei 2024 terus mengalami penurunan, setelah sempat mengalami kenaikan pada saat pandemi Covid-19.

Selain itu, Imam menyampaikan bahwa tingkat kemiskinan tersebut juga merupakan yang terendah sejak 2014, yang saat itu tercatat sebesar 11,25% atau terjadi penurunan sebesar 2,22%.

“Tingkat kemiskinan Maret 2024 sebesar 9,03% merupakan tingkat kemiskinan yang terendah dalam satu dekade ini,” katanya dalam konferensi pers, Senin (1/7/2024).

Jika melihat data secara historis, tingkat kemiskinan konsisten turun sejak 2014 hingga Maret 2019 menjadi sebesar 9,41%. Namun demikian, tingkat kemiskinan kembali meningkat akibat pandemi Covid-19 menjadi 9,78% pada Maret 2020.

Tingkat kemiskinan kembali meningkat dan mencapai puncaknya pada Maret 2021 dengan level dua digit sebesar 10,14%, yang kemudian berhasil diturunkan ke tingkat 9,54% pada Maret 2022.

Tingkat Kemiskinan Era Jokowi vs SBY 

Secara total, penurunan tingkat kemiskinan selama dua periode pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi) masih lebih rendah jika dibandingkan dengan penurunan pada era pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY).

Berdasarkan catatan Bisnis, SBY berhasil menurunkan tingkat kemiskinan yang lebih besar, yaitu 5,41%. SBY sukses memangkas tingkat 16,66% atau sebesar 36,2 juta jiwa pada 2004 menjadi 11,25% atau 28,2 juta jiwa pada periode akhir masa pemerintahannya pada 2014.

Sementara itu, tingkat kemiskinan selama periode pemerintahan Jokowi hanya mampu turun 2,22%, yakni dari 11,25% atau 28,2 juta jiwa pada 2014 menjadi 9,03% atau 25,2 juta jiwa. 

Pemerintah dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2019-2024 telah menetapkan target penurunan kemiskinan hingga ke tingkat 6%-7%.

Target tersebut juga telah disesuaikan pemerintah saat menyusun Rencana Kerja Pemerintah (RKP) 2024 menjadi sebesar 6,5%-7,5%. Akan tetapi, tingkat kemiskinan yang pada Maret 2024 sebesar 9,03% masih jauh di atas target pemerintah tersebut.

Imam menyampaikan salah satu faktor yang menjadi penahan dalam menurunkan tingkat kemiskinan adalah adanya lonjakan harga komoditas pangan yang terjadi sepanjang Maret 2023 hingga Maret 2024.

“Terdapat faktor-faktor yang menahan penurunan tingkat kemiskinan, antara lain kenaikan harga komoditas pokok selama Maret 2023 hingga Maret 2024, seperti beras naik 20,07%, telur ayam ras naik 11,56%, dan cabai merah naik 45,94%,” katanya.

Hal ini dikarenakan peranan komoditas makanan terhadap garis kemiskinan yang jauh lebih besar dibandingkan dengan peranan komoditas bukan makanan, dengan distribusi  mencapai 74,44%.

“Kenaikan harga beberapa komoditas pokok ini tentu mempengaruhi tingkat konsumsi dan pengeluaran masyarakat yang tercermin dari angka kemiskinan,” jelasnya.

Ilustrasi perkampungan warga miskin di Jakarta. JIBI/Bisnis
Ilustrasi perkampungan warga miskin di Jakarta. JIBI/Bisnis

Pendorong Penurunan Tingkat Kemiskinan 

Di sisi lain, Imam menyampaikan bahwa kondisi ekonomi di dalam negeri cenderung positif. Beberapa faktor yang mendorong penurunan tingkat kemiskinan, pertama, tingkat pertumbuhan ekonomi domestik yang tetap kuat, yaitu sebesar 5,11% pada kuartal I/2024.

Kedua, nilai tukar petani pada Maret 2024 yang meningkat 7,7% menjadi 119,39, serta rata-rata upah buruh lapangan usaha pertanian, kehutanan, dan perikanan yang mengalami kenaikan 8,42% secara tahunan pada Februari 2024.

Ketiga, pemerintah menggelontorkan berbagai program bantuan sosial pada periode Januari hingga Maret 2024, antara lain bantuan pangan beras, bantuan pangan non tunai (BPNT), Program Keluarga Harapan (PKH), dan Program Indonesia Pintar (PIP).

Pada kesempatan berbeda, Kepala Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kementerian Keuangan Febrio Kacaribu menyampaikan bahwa tingkat kemiskinan yang berhasil turun hingga Mei 2024 terutama ditopang oleh aktivitas perekonomian domestik yang solid.

Dia mengatakan penurunan tingkat kemiskinan ini juga didukung berbagai program bantuan sosial (bansos), khususnya dalam merespons kenaikan inflasi pangan pada awal 2024.

“Pemerintah akan terus berkomitmen menjaga stabilitas inflasi sehingga dapat mendorong peningkatan daya beli masyarakat, yang selanjutnya dapat mengakselerasi penurunan tingkat kemiskinan dan perbaikan kesejahteraan masyarakat,” katanya.

Sementara itu, Ekonom Center of Reform on Economics (CORE) Indonesia Yusuf Rendy Manilet menyampaikan upaya pemerintah menurunkan tingkat kemiskinan hingga ke level satu digit perlu diapresiasi. Apalagi, setelah meningkat akibat pandemi Covid-19.

Di sisi lain, Yusuf menilai bahwa tantangan yang dihadapi pemerintah dalam menurunkan tingkat kemiskinan ke level yang lebih rendah akan semakin rumit ketika tingkat kemiskinan sudah berada ada level digit satu digit. 

“Hal ini karena pemerintah akan berhadapan dengan masalah kemiskinan yang semakin kompleks. Pendekatan yang dilakukan pun harus simultan, komprehensif dan melibatkan banyak pihak,” katanya kepada Bisnis, Selasa (2/7/2024).

Tanpa langkah yang komprehensif, lanjutnya, upaya penurunan kemiskinan sulit berharap dengan pendekatan business as usual sebagai solusi tunggal dalam menurunkan tingkat kemiskinan lebih rendah.  

“Tidak heran juga kemudian pemerintah merevisi angka target penurunan tingkat kemiskinan pada 2024. Mengingat tadi, masalah solusi yang harus lebih komprehensif dan pada saat yang bersamaan kalau mengacu pada data saat ini, tantangan dalam menahan agar orang tidak jatuh miskin itu relatif tidak mudah,” jelasnya.


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper