Bisnis.com, JAKARTA – Ekonom mengingatkan dampak negatif atau mudarat jika pemerintah memberikan insentif kepada para orang kaya tersebut berupa pembebasan pajak melalui kebijakan family office.
Family office merupakan perusahaan swasta yang menangani manajemen kekayaan untuk keluarga ataupun individu yang tergolong sangat kaya.
Pengamat Pajak Center for Indonesia Taxation Analysis (CITA) Fajry Akbar menuturkan rencana kemewahan berupa fasilitas Pajak Penghasilan (PPh) Badan oleh Pemerintah Indonesia perlu menjadi pertimbangan.
Di beberapa negara, seperti Swiss, Jerman, dan Amerika Serikat (AS), tetap mengenakan jenis pajak tersebut. Baik itu di tingkat korporasi atau di tingkat orang pribadi. Sebagian negara lainnya, hanya mengenakan di tingkat orang pribadi saja.
Menurutnya, pemerintah akan adil jika pengenaan di tingkat orang pribadi saja. Namun, jika pemerintah memberikan fasilitas PPh Badan, bisa tidak dikenakan di tingkat korporasi dan orang pribadi, kecuali pajak yang sifatnya final.
“Tentu ini tidak fair menurut saya,” ujarnya kepada Bisnis, Rabu (3/7/2024).
Baca Juga
Terlebih dalam UU Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP), pemerintah lebih dahulu mengedepankan aspek progresifitas dengan menaikan tarif PPh Orang Pribadi (OP) bagi lapis tertinggi dan pengenaan pajak atas natura.
Pada salah satu poin substansi UU PPh, pemerintah menambah lapisan tarif PPh OP sebesar 35% untuk penghasilan di atas Rp5 miliar per tahun.
“Tentu rencana pembebasan pajak bagi orang kaya tidak sejalan dengan UU HPP,” lanjutnya.
Terlebih, penerimaan pajak kelompok kaya sangat penting dalam penerimaan PPh OP negara. Fajry menilai selama ini mereka yang berkontribusi besar bagi penerimaan PPh OP dalam porsi kas negara.
“Menurut saya, tidak bijak membebaskan pajak bagi kelompok kaya. Terlebih pemerintahan ke depan masih butuh banyak penerimaan untuk memenuhi janji politiknya,” tutupnya.
Untuk diingat, program populis Prabowo Subianto – Gibran Rakabuming berupa makan bergizi gratis bagi anak sekolah membutuhkan dana ratusan triliun. Tahun depan, pemerintah telah mengalokasikan Rp71 triliun untuk program tersebut.
Jokowi Manjakan Investor
Senada dengan Fajry, Direktur Eksekutif Segara Institue Piter Abdullah Redjalam menilai pemerintahan Presiden Jokowi terlalu memanjakan para investor tersebut.
Indonesia perlu mencontoh China dalam memperlakukan para investor agar berdampak besar terhadap perekonomian Tanah Air. Di mana China mempersilakan investor menanamkan modalnya, namun tidak boleh membawa pulang keuntungannya.
Piter menekankan bahwa China membuat kebijakan bahwa keuntungannya harus ditanamkan kembali di China. Hal tersebut lah yang membuat cadangan devisa terus naik dan mencapai lebih dari US$3 triliun.
Tak ayal, Indonesia yang memberikan surga pajak bagi investor kini menghadapi kaburnya modal-modal asing. Kementerian Keuangan mencatat secara year-to-date (ytd) hingga akhir Juni, pasar SBN tercatat outflow Rp42,37 triliun sementara saham senilai Rp6,14 triliun atau total Rp48,51 triliun.
Piter mencatat memang investasi asing masuk, namun terlihat pada periode April dan Mei 2024 atau kala rupiah tertekan hingga lebih dari Rp16.400 per dolar AS. Dirinya melihat hal itu terjadi akibat adanya repatriasi dividen atau keuntungan di Indonesia ditarik ke luar negeri.
“Pemerintah jangan semata cari investasi, memberikan kemudahan yang justru memberikan bumerang kepada kita. [Investor] Sudah tidak dipajaki, jadi dapatnya apa dari mereka? Uangnya lari, lebih banyak mudaratnya nanti,” tuturnya kepada Bisnis, dikutip Rabu (3/7/2024).
Pemerintah mulai penjajakan kebijakan family office atau kantor keluarga di Bali demi meraup ratusan miliar dolar dari para crazy rich atau orang kaya berbagai negara.
Menteri Koordinator bidang Maritim dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan bakal memimpin pembangunan tersebut dan menjadi salah satu upaya untuk menarik kekayaan dari negara lain demi pertumbuhan ekonomi nasional.
Luhut mengutip data The Wealth Report, bahwa populasi individu super kaya raya di Asia diperkirakan akan tumbuh sebesar 38,3% selama periode 2023-2028.
Menurutnya, peningkatan jumlah aset finansial dunia yang diinvestasikan di luar negara asal juga diproyeksikan akan terus meningkat.
“Berangkat dari trend tersebut, saya melihat adanya kesempatan bagi Indonesia untuk menarik dana-dana dari family office global. Dari perhitungan terkini, ada sekitar US$11,7 triliun dana kelolaan family office di dunia,” ujarnya dikutip dari Instagram resmi @luhut.pandjaitan, Rabu (3/7/2024).