Bisnis.com, JAKARTA - Pemerintah diminta berhati-hati dan selektif dalam menerapkan rencana pengenaan bea masuk hingga 200% pada produk impor asal China.
Wakil Ketua Umum Bidang Perdagangangan, Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia, Juan Permata Adoe menekankan agar rencana restriksi impor diharapkan tidak menyulitkan dunia usaha dan industri dalam negeri untuk mendapatkan bahan baku maupun bahan penolong. Sebab, iklim usaha dan investasi, kata dia, tetap harus terjaga dengan baik demi industri yang lebih berdaya saing.
Oleh karena itu, Kadin mendesak agar dilakukan peninjauan mendalam oleh pemerintah terhadap HS Code atau barang impor yang bakal terdampak dari wacana bea masuk 200%.
Para pengusaha meminta agar rencana restriksi itu tidak menyertakan produk yang belum dapat diproduksi dalam negeri dan produk dengan spesifikasi yang berbeda.
"Sehingga penerapan bea masuk ini tepat sasaran dan dampak negatif kebijakan terhadap produktivitas industri dapat dihindari sehingga bisa mendukung peningkatan kinerja ekspor," ujar Juan dalam keterangan resmi, Rabu (3/7/2024).
Pemerintah diminta tidak serta-merta mengeluarkan kebijakan tanpa berkoodinasi dengan pelaku usaha. Penyusunan kebijakan pengenaan bea masuk barang impor hingga ratusan persen dianggap perlu melibatkan melibatkan pelaku usaha agar implementasinya tidak menuai persoalan baru.
Baca Juga
"Ini guna penyempurnaan kebijakan dan agar semua dampak yang mungkin timbul dapat dihindari," jelasnya.
Selain itu, Kadin juga mendorong adanya pendampingan dari Komisi Pengawas Persaiangan Usaha (KPPU) untuk menelaah wacana kebijakan bea masuk ratusan persen itu sebelum difinalkan. Dengan begitu, risiko tindakan monopoli hingga penguasaan oleh golongan tertenru (karte) dapat dihindari saat kebijakan bea masuk hingga 200% itu diterapkan.
Berdasarkan catatan Bisnis.com, Senin (1/7/2024), Direktur Eksekutif Center for Strategic and International Studies (CSIS), Yose Rizal Damuri, mengatakan, pada dasarnya setiap negara diperbolehkan menaikkan bea masuk terhadap suatu produk impor. Namun, pemerintah Indonesia juga harus bisa membuktikan bahwa adanya tindakan dumping pada produk impor asal China yang dianggap merugikan industri dalam negeri.
Musababnya, pembuktian menjadi bagian dari prosedur untuk bisa menaikkan bea masuk anti dumping (BMAD) terhadap suatu produk impor.
"Walaupun kita sekarang bisa menaruh BMAD yang tinggi, tapi pada suatu hari kita harus bisa buktikan itu semua apakah benar terjadi dumping atau enggak," ujar Yose saat dihubungi, Senin (1/7/2024).
Di sisi lain, dia pun blak-blakan bahwa pengenaan BMAD yang terlalu tinggi terhadap produk impor berisiko terhadap munculnya aksi retaliasi dari negara asal. Bisa saja, China kemudian berbalik menerapkan bea masuk yang tinggi terhadap produk eskpor Indonesia.
"Ini harus diperhitungkan juga, apalagi kalau kita menaikkan BMAD dan belum ada bukti dumping, itu artinya kita membuka kemungkinan adanya retaliasi," tuturnya.
Sebelumnya, Mendag Zulkifli Hasan (Zulhas) memastikan akan segera menerapkan bea masuk barang impor 100%-200%. Hal tersebut dilakukan untuk menekan masuknya barang impor di pasar domestik yang lambat laun akan mematikan sektor industri dan Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) dalam negeri.
“1-2 hari ini sedang menyempurnakan aturannya, mudah-mudahan pekan depan selesai,” ungkap Zulkifli usai Opening Ceremony Karya Kreatif Jawa Barat (KKJ) dan Pekan Kerajinan Jawa Barat (PKJB) 2024, di Trans Convention Center Bandung, Jumat (28/6/2024).
Menurut Mendag, hampir seluruh barang impor siap pakai akan dikenakan bea masuk yang rata-rata berkisar di atas 100%.
Beberapa di antaranya seperti produk kecantikan (beauty), alas kaki, Pakaian jadi, TPT dan keramik. Seluruhnya akan dikenakan bea masuk di atas 100%. “Kita mengendalikan impor agar tidak mematikan produk industri dalam negeri,” jelasnya.