Bisnis.com, JAKARTA - Komite Anti Dumping Indonesia (KADI) menargetkan penyelidikan dugaan praktik dumping produk keramik impor asal China rampung pada pekan ini.
Ketua KADI, Danang Prasta Danial membeberkan bahwa pihaknya saat ini tengah melakukan penyelidikan antidumping terhadap produk keramik impor asal China. Menurutnya, proses penyelidikan telah memasuki tahap akhir dan bakal diumumkan hasilnya pada pekan ini.
"Jika tidak ada kendala yang berarti, estimasi rilis hasil penyelidikan dalam minggu ini," ujar Danang saat dihubungi, Senin (1/7/2024).
Dia mengungkapkan KADI bakal merekomendasikan pengenaan Bea Masuk Anti Dumping (BMAD) produk keramik impor asal China apabila produsen China terbukti melalukan praktik dumping.
Danang menegaskan, bahwa praktik dumping menjadi tindakan kecurangan dalam perdagangan internasional yang berisiko mengancam keberlangsungan industri dalam negeri.
Danang mengeklaim, dengan adanya BMAD produk keramik impor asal China, nantinya dapat memberikan kesempatan bagi produk dalam negeri bersaing secara kompetitif.
Baca Juga
"Apabila terbukti terjadi praktik dumping, KADI akan merekomendasikan pengenaan BMAD, agar industri dalam negeri bisa berkompetisi di level playing field yang sama dengan barang impor asal RRT," jelasnya.
Berdasarkan catatan Bisnis.com, Jumat (28/6/2024), Asosiasi Aneka Keramik Indonesia (Asaki) mendesak pemerintah untuk segera melakukan perlindungan indsutri keramik yang diserang praktik dumping oleh China.
Ketua Asaki, Edy Suyanto, mendesak Komite Anti Dumping Indonesia (KADI) untuk segera merilis hasil penyidikan antidumping terhadap produk keramik China pada Juni 2024 dengan besaran di atas 100%.
Menurutnya, restriksi perdagangan komoditas ini dengan China diperlukan untuk menjaga industri dalam negeri. Dia mencontohkan hal yang sama juga telah dilakukan oleh Vietnam dengan penerapan minimum harga impor US$5 per meter persegi untuk keramik asal China. Sementara, Filipina menerapkan US$5,5 per meter persegi.
"Unfair trade yang telah terbukti berupa subsidi pemerintah Tiongkok, praktik dumping akibat overcapacity dan oversupply produk keramik Tiongkok serta pengalihan pasar ekspor utama Tiongkok," ujarnya.
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) yang dirangkum Kemendag, pada 2023 impor ubin keramik tercatat sebanyak 1,41 juta ton; pada 2022 sebanyak 1,35 juta ton; dan pada 2021 sebanyak 1,52 juta ton. Dari data tersebut terlihat adanya tren penurunan impor ubin keramik sebesar 3,27 persen pada periode 2021-2023.
Namun demikian, terjadi peningkatan impor pada periode 2022-2023 yaitu sebesar 4,49%. Selanjutnya, volume impor relatif dibandingkan dengan produksi nasional menunjukkan peningkatan dengan tren sebesar 1,42% pada 2021-2023 yaitu dari 24,38 persen menjadi 25,08%. Pada 2023, negara utama asal impor ubin keramik, antara lain, China dengan pangsa impor sebesar 88,57%, dan diikuti India dengan pangsa impor sebesar 8,66%.