Bisnis.com, JAKARTA - Badan Pusat Statistik (BPS) melaporkan nilai tukar petani (NTP) pada Juni 2024 mengalami peningkatan dibandingkan bulan sebelumnya.
Plt. Sekretaris Utama BPS, Imam Machdi, menyampaikan, NTP pada bulan ini mencapai 118,77 atau naik 1,77% dibanding Mei 2024. Kenaikan NTP terjadi karena indeks harga yang diterima petani (It) naik 1,85% atau lebih tinggi dibanding indeks harga yang dibayar petani yang naik 0,08%.
“Komoditas yang dominan memengaruhi indeks harga yang diterima petani adalah gabah, kakao atau coklat biji, kopi, dan karet,” kata Imam dalam Rilis BPS, Senin (1/6/2024).
Lebih lanjut, Imam menuturkan, peningkatan NTP tertinggi terjadi pada subsektor tanaman perkebunan rakyat. BPS mencatat, NTP untuk subsektor ini naik 2,68% karena indeks harga yang diterima petani naik sebesar 2,88%, lebih besar dari indeks harga yang dibayar petani sebesar 0,2%.
Komoditas yang dominan memengaruhi kenaikan indeks harga yang diterima petani subsektor ini adalah kakao/coklat biji, kopi, karet, dan kelapa sawit.
Sementara itu, subsektor perikanan pembudidaya ikan mengalami penurunan NTP terdalam pada Juni 2024. Imam menuturkan, penurunan tersebut lantaran indeks harga yang diterima petani turun 0,33%, sedangkan indeks harga yang dibayar petani mengalami kenaikan sebesar 0,08%.
Baca Juga
Rumput laut, ikan mas, ikan nila tawar, dan udang payau menjadi komoditas yang memengaruhi indeks harga yang diterima petani.
Selanjutnya, nilai tukar usaha petani atau NTUP pada Juni 2024 tercatat sebesar 121,90 atau meningkat 1,65% dibanding Mei 2024. Kenaikan NTUP terjadi karena indeks harga yang diterima petani naik 1,85% dan indeks biaya produksi dan penambahan barang modal (BPPBM) naik 0,20%.
Komoditas yang memengaruhi kenaikan indeks BPPBM adalah bakalan sapi, upah pemanenan, bibit sapi, dan upah penanaman.
Penurunan NTUP terdalam terjadi pada subsektor perikanan pembudidayaan ikan, yang tercatat turun 0,50%.
“Penurunan ini terjadi karena indeks harga yang diterima petani turun 0,33%, sedangkan indeks BPPBM naik 0,16%,” ungkapnya.
Adapun komoditas yang dominan memengaruhi kenaikan BPPBM adalah pelet, benih udang payau, upah mengikat bibit rumput laut, dan ongkos angkut.