Bisnis.com, JAKARTA - Kinerja manufaktur China kembali mengalami kontraksi dua bulan berturut-turut pada Juni 2024. Hal ini mencerminkan lemahnya sektor andalan China ini untuk mendorong perekonomian.
Menurut Biro Statistik Nasional pada Minggu (30/6/2024) indeks manajer pembelian (purchasing managers' index/PMI) manufaktur mencapai 49,5 pada Juni 2024. Angka tersebut sama pada Mei 2024, sejalan dengan prediksi ekonom dalam survei Bloomberg.
Seperti diketahui, angka PMI di atas 50 menunjukan adanya ekspansi, sedangkan angka di bawah 50 menunjukkan adanya kontraksi aktivitas.
Subindeks pesanan baru di pabrik juga turun tipis ke 49,5 karena permintaan melemah. Indikator untuk pesanan ekspor baru juga tidak berubah pada 48,3.
Kantor statistik mengungkapkan PMI sektor konstruksi dan jasa menurun menjadi 50,5. Angka tersebut lebih rendah dibandingkan dengan perkiraan sebesar 51, dan angka Mei 2024 yang sebesar 51,1.
Dalam pernyataan yang menyertai data tersebut, analis NBS Zhao Qinghe memperingatkan ahwa fondasi untuk pemulihan dan perbaikan berkelanjutan masih perlu dikonsolidasikan.
Baca Juga
Adapun, ketegangan perdagangan telah menambah tantangan Negeri Tirai Bambu. Amerika Serikat (AS) dan Uni Eropa, yakni dua pasar ekspor terbesar China, telah mengeluarkan peringatan tentang lonjakan ekspor murah dari China, yang menurut mereka didukung secara tidak adil oleh subsidi besar-besaran dari negara tersebut. AS dan Uni Eropa kemudian mengancam akan mengenakan tarif pada ekspor mobil listrik China, bersama dengan sektor lain di mana China unggul dalam hal harga.
Menurut Bloomberg Economics, penurunan indeks konstruksi menjadi 52,3, dari 54,4 pada Mei, 2024 menandai angka terlemah sejak Juli 2023 dan menunjukkan bahwa pengeluaran infrastruktur negara, yang menjadi dukungan utama untuk pemulihan,telah kehilangan momentum.
Kondisi tersebut mencerminkan bahwa diperlukannya stimulus yang lebih berani.
“Para pembuat kebijakan kemungkinan akan fokus pada langkah-langkah fiskal untuk mendukung perekonomian, mengingat adanya kendala pelonggaran moneter akibat tekanan mata uang,” jelas kepala ekonom di Guotai Junan International, Zhou Hao, seperti dikutip dari Bloomberg, Senin (1/7).
Perekonomian China tidak berjalan merata tahun ini, dengan sektor manufaktur terkadang menjadi titik terang sementara konsumsi terbebani oleh krisis real estate yang berkepanjangan.
Kontraksi berkelanjutan di sektor pabrik mengancam target pertumbuhan ekonomi Negeri Tirai Bambu sekitar 5% tahun ini.