Bisnis.com, JAKARTA – Bank Dunia atau World Bank menyampaikan kajiannya mengenai pengalaman dunia internasional terkait program makan siang gratis atau makan bergizi gratis, yang diusung oleh Presiden terpilih Prabowo Subianto.
Sebagaimana diketahui, Indonesia baru akan menerapkan pemberian makan bagi anak-anak sekolah secara menyeluruh pada pemerintahan presiden dan wakil presiden terpilih Prabowo Subianto dan Gibran Rakabuming.
Dalam laporan terbaru Bank Dunia bertajuk Indonesia Economic Prospect edisi Juni 2024 yang rilis pada Senin (24/6/2024), program makan gratis untuk anak sekolah populer denga istilah school meals.
School meals atau secara harfiah berarti makanan sekolah, merupakan intervensi yang sangat popular secara internasional. Bank Dunia mencatat setidaknya pada 2022 terdapat 418 juta anak mendapatkan manfaat dari makanan sekolah di seluruh dunia.
Lembaga keuangan internasional tersebut menemukan bahwa makanan sekolah dapat memiliki beberapa tujuan, yakni meningkatkan kesehatan dan gizi, meningkatkan kehadiran dan pembelajaran, serta perlindungan sosial.
Pada saat yang sama, tujuan dari program ini semakin luas mencakup kualitas makanan, peran makanan dalam membangun ketahanan dan respon terhadap goncangan, serta untuk memperkuat hubungan dengan pengembangan pasar lokal.
Baca Juga
“Yang penting, bukti internasional menunjukkan bahwa makanan sekolah paling efektif jika dilengkapi dengan intervensi pendidikan, kesehatan, dan gizi, serta jaring pengaman dasar,” tulis Bank Dunia dalam laporan Indonesia Economic Prospect edisi Juni 2024, dikutip Rabu (26/6/2024).
Bank Dunia menekankan bahwa dalam penerapan makan siang gratis sangat penting untuk mendefinisikan dan menetapkan tujuan yang jelas untuk program-program tersebut.
Hal ini guna memastikan implementasi yang efektif dan intervensi tersebut merupakan cara yang paling hemat biaya untuk mencapai hasil yang diinginkan.
Dari sisi biaya, modalitas intervensi yang dipilih (makanan, kudapan, atau ransum untuk dibawa pulang), kualitas makanan (komposisi dan ukuran), jenis pengadaan (lokal atau terpusat), jumlah penerima manfaat, dan konteks geografis, logistik, dan kondisi iklim akan sangat mempengaruhi.
Saat ini, pemerintah berencana mengalokasikan Rp71 triliun untuk pemberian makan bergizi gratis pada tahun pertama pemerintahan Prabowo-Gibran. Namun, belum ada detail lebih lanjut mengenai target dan skema yang akan dilakukan.
Manfaat Makan Siang Gratis
Di bidang pendidikan, bukti-bukti yang ada relatif kuat terkait dampaknya terhadap kehadiran di sekolah di negara-negara berpenghasilan rendah dan menengah ke bawah. Di sisi lain, manfaat school meals terhadap partisipasi sekolah cenderung terbatas di negara-negara yang tingkat partisipasi sekolahnya sudah tinggi.
Terkait gizi, makanan sekolah tidak dirancang untuk berdampak pada penurunan angka stunting, karena tidak ditargetkan untuk 1.000 hari pertama kehidupan. Meski demikian, makanan sekolah dapat berdampak pada variasi makanan dan antisipasi anemia anak sekolah.
Untuk mencapai hasil gizi yang lebih baik, lebih dari 80% program makanan sekolah juga harus memberikan suplementasi zat gizi mikro, pemberian obat cacing, kurikulum pendidikan kesehatan/gizi, dan intervensi kebijakan kesehatan sekolah.
Adapun, Bank Dunia melihat pemberian makanan ini justru efektif saat suatu negara dilanda persoalan ketahanan pangan.
“Secara umum, makanan sekolah dapat menjadi efektif jika ada kekhawatiran akan ketahanan pangan,” tulis Bank Dunia.
Program ini bermanfaat bagi kesejahteraan ekonomi rumah tangga penerima manfaat. Utamanya, untuk daerah dengan tingkat kemiskinan tinggi di mana pengeluaran untuk makanan mewakili bagian yang lebih besar dari pendapatan rumah tangga.
Target Makan Bergizi Gratis
Penargetan universal, di mana makanan disediakan untuk semua siswa di tingkat pendidikan tertentu, sering dilakukan di negara-negara berpenghasilan tinggi. Sementara di negara-negara berpenghasilan rendah dan menengah, penargetan geografis untuk wilayah dengan tingkat kemiskinan tinggi atau daerah rawan pangan cukup umum dilakukan.
Meski demikian, penargetan berdasarkan pendapatan atau kondisi sosial ekonomi penerima manfaat dikhawatirkan dianggap tidak adil di tingkat sekolah.
Program di negara-negara berpenghasilan menengah dan tinggi cenderung lebih mengandalkan pengadaan lokal yang mendukung produksi lokal dan petani kecil dengan menghasilkan permintaan yang stabil untuk produk mereka.
Lebih lanjut, program dengan pengadaan lokal juga dapat memperkuat akuntabilitas dan memfasilitasi adopsi menu yang sesuai dengan budaya.
Namun, Bank Dunia mengingatkan program semacam ini membutuhkan kapasitas manajemen yang relatif tinggi dari pemerintah daerah dan sekolah. Sementara model yang terpusat dapat mengelola risiko pengadaan makanan dengan lebih baik, serta menyederhanakan pengawasan dan kontrol kualitas untuk menghindari keracunan makanan.
"Kemungkinan, model rantai pasok dapat digabungkan untuk membentuk model campuran, seperti dengan memusatkan pengadaan bahan makanan yang tidak mudah rusak dan mendesentralisasikan pengadaan bahan makanan yang mudah rusak. Namun, hal ini dapat meningkatkan kompleksitas implementasi," tulis Bank Dunia.