Bisnis.com, JAKARTA – Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati mengungkapkan rupiah yang saat ini melemah hampir menyentuh Rp16.500 per dolar Amerika Serikat (AS) memberikan dampak terhadap Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).
Sri Mulyani menyampaikan kondisi rupiah memberikan dampak terhadap belanja-belanja pemerintah yang menggunakan mata uang asing, seperti subsidi listrik, Bahan Bakar Minyak (BBM) serta bahan lainnya yang didapatkan dari impor.
“Maka ada efek rembesan itu dari rupiah yang bergerak ke dalam [APBN],” ujarnya dalam konferensi pers di Kantor Pusat Direktorat Jenderal Pajak, Senin (24/6/2024).
Sri Mulyani menuturkan memang saat ini kurs dolar AS dan harga minyak sudah jauh dari asumsi dasar ekonomi makro APBN 2024.
Untuk itu, pemerintah akan memantau volume subsidi energi yang tersalurkan apakah akan sesuai dengan UU APBN 2024 atau tidak.
Nantinya, faktor-faktor tersebut akan berpengaruh terhadap anggaran yang dikeluarkan Sri Mulyani untuk belanja subsidi energi.
Baca Juga
“Ketiga faktor [volume, kurs, dan harga minyak] itu nanti akan ditagihkan oleh Pertamina dan PLN kepada pemerintah setiap kuartal. Kemudian akan meminta BPKP untuk mengaudit,” jelasnya.
Bendahara Negara turut memastikan bahwa pemerintah akan membayar subsidi energi sesuai dengan kemampuan negara. Pasalnya, Sri Mulyani menyiapkan Rp329,9 triliun untuk subsidi dan kompensasi energi dalam APBN 2024.
Subsidi energi tercatat senilai Rp189,1 triliun dengan rincian untuk LPG senilai Rp87,45 triliun, kemudian listrik Rp75,83 triliun, dan subsidi jenis bahan bakar tertentu (BBM JBT) senilai Rp25,82 triliun.
Sementara itu, nilai kompensasi energi mencapai Rp140,8 triliun, jauh lebih rendah dari realisasi 2023 yang mencapai Rp206,07 triliun.
Adapun, berdasarkan catatan Bisnis pukul 13.11 WIB siang ini, rupiah menguat 15 poin atau 0,09% menjadi Rp16.435 per dolar AS. Sementara indeks dolar AS turun 0,01% ke level 105,78.
Tahun | Subsidi (Rp triliun) | Kompensasi (Rp triliun) | Total (Rp triliun) |
---|---|---|---|
2024 | 189,1 | 140,8 | 329,9 |
2023 | 269,59 | 206,07 | 475,66 |
2022 | 171,9 | 379,3 | 551,2 |
Sumber: Kemenkeu, diolah