Bisnis.com, JAKARTA - Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) memastikan hingga saat ini belum ada usulan terkait perubahan rencana pengembangan hilirisasi batu bara menjadi dimethyl ether (DME).
Berdasarkan data Kementerian ESDM, perusahaan yang berencana mengembangkan DME antara lain, PT Bukit Asam Tbk. (PTBA) dan PT Adaro Energy Indonesia Tbk. (ADRO).
Hingga saat ini, pengembangan DME masih tersendat persoalan keekonomian. Apalagi belakangan ini, perusahaan asal Amerika Serikat (AS), Air Products & Chemical Inc, memutuskan untuk hengkang dari proyek DME milik PTBA.
Staf Ahli Bidang Ekonomi Sumber Daya Alam Kementerian ESDM Lana Saria mengamini bahwa tak menutup kemungkinan kedua perusahaan tersebut nantinya melakukan perubahan rencana hilirisasinya. Namun, hingga saat ini, Kementerian ESDM belum menerima adanya usulan terkait perubahan rencana pengembangan DME.
“Belum ada usulan perubahan, kalau DME mungkin ada perubahan tapi belum masuk pemerintah,” kata Lana saat ditemui di Kompleks Parlemen, Rabu (19/6/2024).
Di sisi lain, Lana menuturkan bahwa saat ini pemerintah juga tengah menjajaki kerja sama dengan perusahaan asal China untuk dapat menggantikan Air Products menggarap proyek DME di Indonesia.
Baca Juga
“Sedang dijajaki dengan China tapi lupa namanya ya,” ucapnya.
Sebelumnya, PTBA mengungkapkan bahwa perseroan tengah menjalin komunikasi intensif dengan East China Engineering Science and Technology Co.LTD. untuk melanjutkan program gasifikasi batu bara menjadi DME.
Direktur Utama PTBA Arsal Ismail mengatakan, perusahaan China itu menjadi calon mitra paling kuat belakangan yang diharapkan dapat menggantikan Air Products, perusahaan Amerika Serikat yang jadi rekanan awal PTBA dalam proyek gasifikasi batu bara tersebut.
“Di China itu ada beberapa perusahaan yang memproduksi DME, nah dari yang beberapa itu yang paling serius dengan kami ini East China Engineering Science and Technology,” kata Arsal saat Press Conference Kinerja PTBA Tahun Buku 2023 di Jakarta, Jumat (8/3/20240.
Arsal mengatakan, perseroannya saat ini tengah mematangkan persoalan keekonomian proyek yang relatif belum ketemu bersama dengan mitra awal sebelumya.
Perusahaan telah menyediakan lahan untuk pembangunan industri hilirisasi yang bekerja sama dengan mitra potensial. Sebelumnya, perseroan telah mengantongi izin kawasan ekonomi khusus atau KEK di atas lahan seluas 164 hektare (ha) untuk proyek hilirisasi batu bara. Adapun, PTBA telah berhasil melakukan pembebasan lahan mencapai 163,87 ha atau 99,9% dari keseluruhan kawasan hingga November 2022.
Selain itu, kata Arsal, PTBA telah mengalokasikan cadangan batu bara khusus untuk proyek hilirisasi sehingga kebutuhan batu bara untuk industri hilirisasi dapat terjamin.
“PTBA berkomitmen untuk mendukung kebijakan pemerintah yang mendorong hilirisasi batu bara dan menjaga ketahanan energi nasional,” kata dia.
Proyek DME di Muara Enim, Sumatra Selatan itu awalnya ditarget commercial operation date (COD) pada kuartal IV/2027.
Proyek itu sempat menarik investasi awal dari APCI sebesar US$2,1 miliar atau setara dengan Rp30 triliun. Target COD itu sebenarnya molor dari rencana awal yang sempat ditetapkan pada 2024.
Saat itu, Air Products menggenggam saham mayoritas mencapai 60% dari proyek gasifikasi itu yang diikuti dengan PTBA dan PT Pertamina (Persero) masing-masing 20%. Sementara masa kontrak Air Products ditenggat selama 20 tahun dengan skema opsi build, operate, transfer (BOT) pada akhir kerja sama.
Dengan utilisasi 6 juta ton batu bara per tahun, proyek ini dapat menghasilkan 1,4 juta DME per tahun untuk mengurangi impor LPG 1 juta ton per tahun.
Pertamina direncanakan menjadi penyalur atau distributor tunggal DME yang diproduksi dari proyek tersebut. Harapannya Pertamina mendapat margin dari setiap penjualan produk substitusi LPG tersebut.