Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Bansos Beras Dilanjut 2025, Pengamat Wanti-Wanti soal Penggunaan APBN

Bapanas mengusulkan tambahan anggaran sekitar Rp20,2 triliun dari APBN, di antaranya untuk bansos beras selama 6 bulan pada 2025.
Presiden Jokowi menyerahkan bantuan pangan atau bansos cadangan beras pemerintah (CBP) kepada masyarakat penerima manfaat di Gudang Bulog Meger, Kabupaten Klaten, Provinsi Jawa Tengah, pada Rabu (31/1/2024).
Presiden Jokowi menyerahkan bantuan pangan atau bansos cadangan beras pemerintah (CBP) kepada masyarakat penerima manfaat di Gudang Bulog Meger, Kabupaten Klaten, Provinsi Jawa Tengah, pada Rabu (31/1/2024).

Bisnis.com, JAKARTA - Bantuan pangan beras atau bansos beras beras dianggap tidak menjawab persoalan krisis beras di dalam negeri secara tuntas. Penggunaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) didorong untuk program yang lebih produktif.

Badan Pangan Nasional (Bapanas) telah mengusulkan tambahan anggaran belanja sekitar Rp20,2 triliun, di antaranya untuk bansos beras selama 6 bulan pada 2025 yang membutuhkan dana sekitar Rp16,68 triliun.

Peneliti Center of Reform on Economic (Core), Eliza Mardian, menyebut, hampir 54% rumah tangga penduduk miskin di Indonesia mayoritas bekerja di sektor pertanian. Artinya, menurut dia, banyak di antara penerima bansos beras selama ini adalah dari kalangan petani.

"Petani sebagai produsen pangan, tapi juga menerima bantuan pangan. Sebuah ironi," kata Eliza saat dihubungi, dikutip Selasa (18/6/2024).

Di sisi lain, pemerintah selama ini juga telah memiliki skema bansos khusus pangan yaitu bantuan pangan non-tunai (BPNT) yang disalurkan Kementerian Sosial (Kemensos).

Adanya bansos pangan yang berganda, dianggap menjadi tanda pemerintah memilih jalan instan untuk mengendalikan harga dan krisis beras. Apalagi, untuk memenuhi kebutuhan bansos selama ini, pemerintah mengandalkan beras impor dibandingkan dari penyerapan dalam negeri.

Adapun, pemerintah telah menugasi Bulog untuk mengimpor beras sebanyak 3,6 juta ton pada periode 2024. Alasannya, agar stok beras Bulog selalu memadai di atas 1 juta ton yang salah satunya bakal digunakan untuk program bantuan pangan.

"Yang perlu diingat, lebih dari 80% beras yang ada di Bulog dipenuhi dari impor, bukan penyerapan dalam negeri," tuturnya.

Oleh karena itu, Eliza menilai, alih-alih untuk bansos pangan, anggaran sebesar Rp20 trilliun akan lebih efektif disalurkan untuk insentif petani dalam menanam padi.

Dengan begitu, apabila anggaran sebesar Rp20 triliun itu digunakan untuk menstimulus penanaman padi di petani, kata Eliza, akan memberikan manfaat berlapis yang lebih efisien dan produktif dalam mengatasi krisis pangan di dalam negeri secara berkelanjutan.

"APBN semestinya digunakan untuk hal-hal yang produktif dan menjadi captive market bagi masyarakat," tuturnya.

Sebelumnya, rencana program bantuan pangan beras itu muncul dari usulan tambahan anggaran 2025 oleh Badan Pangan Nasional (Bapanas) dalam rapat dengar pendapat bersama Komisi IV DPR-RI, Senin (10/6/2024).

Dalam paparannya, Bapanas mengusulkan tambahan anggaran belanja 2025 sebesar Rp20,2 triliun untuk kebutuhan bantuan pangan. Sebanyak Rp16,68 triliun di antaranya untuk kebutuhan program bantuan pangan beras selama 6 bulan. 

Kepala Bapanas, Arief Prasetyo Adi, mengatakan bahwa program bantuan pangan beras masih diperlukan untuk mengakomodasi kebutuhan beras di 68 daerah yang terindikasi rentan pangan. Menurutnya, sebanyak 22 juta keluarga penerima manfaat (KPM) harus diselamatkan lewat bantuan pangan beras.

Selain itu, Arief menegaskan, program bantuan pangan beras menjadi upaya pemerintah menciptakan ekosistem pangan yang lebih baik dari hulu hingga hilir. Bulog akan lebih mudah dalam melakukan fungsinya untuk menyerap dan menyalurkan cadangan beras pemerintah (CBP).

Dia pun blak-blakan, harga beras yang berisiko naik lagi di tengah produksi yang diperkirakan merosot pada Semester II/2024. Kerangka sampel area (KSA) Badan Pusat Statistik (BPS) produksi beras selama Januari - Juli 2024 telah mengalami defisit hingga 2,6 juta ton.

Adapun, pada periode tersebut, produksi beras dalam negeri diperkirakan sebesar 18,64 juta ton jauh lebih rendah dibandingkan produksi pada periode yang sama tahun lalu sebanyak 21,11 juta ton.

Arief  memprediksi kenaikan harga beras akan terjadi dalam 2-3 bulan mendatang. Bahkan, harga beras memungkinkan melonjak hingga di atas harga eceran tertinggi (HET) yang baru ditetapkan Bapanas ketika pasokan gabah rendah.

Sebaliknya, data yang dihimpun Bapanas mencatat, produksi beras Indonesia cenderung stagnan dalam lima tahun terakhir di kisaran 31 juta ton. Pada 2019, produksi beras nasional tercatat sebanyak 31,31 juta ton; 2020 sebanyak 31,5 juta ton; 2021 sebanyak 31,36 juta ton; 2022 sebanyak 31,54 juta ton dan produksi beras pada 2023 mengalami penurunan menjadi 31,1 juta ton.


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Penulis : Dwi Rachmawati
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper