Bisnis.com, JAKARTA – Isu rencana penyaluran bantuan sosial (bansos) bagi para korban judi online alias judol menuai kritikan dari berbagai kalangan, tak terkecuali Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) hingga ekonom.
Direktur Eksekutif Center of Reform on Economics (Core) Mohammad Faisal menuturkan bahwa langkah masyarakat untuk mendapatkan bansos dengan mengklaim dirinya korban judi online berpotensi membuat penyaluran semakin tidak tepat sasaran.
“Jika itu terjadi maka dikhawatirkan akan menambah daftar ketidaktepatan sasaran penyaluran bansos,” ujarnya kepada Bisnis, Selasa (18/6/2024).
Faisal yang tidak terlalu sepakat akan rencana tersebut, meminta pemerintah untuk tetap membatasi penyaluran bansos pada mereka yang terdaftar dalam Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS).
Melalui pembatasan tersebut pula, tidak akan mengganggu anggaran negara dalam APBN untuk penyaluran bansos.
Idealnya, penerima bansos merupakan mereka yang tergolong fakir miskin dan terdaftar dalam DTKS milik Kementerian Sosial.
Baca Juga
Bila mana pun seseorang menjadi korban judi online dan jatuh miskin, Faisal meminta pemerintah untuk melakukan verifikasi untuk mencegah ketidaktepatan sasaran tersebut.
“Kalau mereka sudah terdaftar, pemerintah verifikasi apakah mereka betul korban judi online supaya tidak semua orang dengan gampang untuk mengklaim bansos,” tuturnya.
Di samping itu, Direktur Eksekutif Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Esther Sri Astuti tegas menolak pemberian bansos bagi para korban judi.
Menurutnya, kekalahan akibat judi yang menyebabkan seseorang jatuh miskin, sudah menjadi risiko bagi mereka yang melakukan judi.
“Mereka yang berjudi itu sadar betul bahwa menggunakan uang untuk judi. Mereka harus sadar risiko itu. Di luar sana masih banyak orang tidak mampu membeli beras dan bahan pangan lainnya,” tegasnya, Selasa (18/6/2024).
Saat ini pun tanpa adanya penyaluran untuk para korban judi online, masih ditemukan adanya penyaluran bansos yang tidak tepat sasaran.
Salah satunya, temuan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) pada belanja bansos senilai Rp963,64 miliar dari total realisasi Rp156,6 triliun. Senilai Rp532,55 miliar di antaranya terjadi masalah dalam penyaluran dan penggunaannya.
Penyaluran bantuan sosial Program Sembako sebesar Rp39,14 miliar nyatanya masuk ke rumah-rumah masyarakat yang terindikasi Aparatur Sipil Negara (ASN) dan keluarga ASN. Kemudian terdapat bantuan sosial sebesar Rp346.244.859.332 terlambat dimanfaatkan oleh KPM.
Sebelumnya, Wakil Ketua Komisi VIII DPR RI Diah Pitaloka menilai korban judi online tidak dapat masuk dalam kriteria DTKS untuk mendapatkan bantuan sosial. Dia menegaskan masyarakat layak mendapatkan bansos hanya jika sesuai dengan kriteria DTKS.
"Artinya data DTKS itu kan ada parameter pengukurnya, parameter kemiskinan. Nah, nanti dimasukkan saja ke sistem DTKS apakah masuk atau tidak," ujarnya, Jumat (14/6/2024).
Berikut kriteria masyarakat fakir miskin untuk daftar DTKS menurut Kementerian Sosial:
- Tidak mempunyai sumber mata pencarian dan atau mempunyai sumber mata pencarian tetapi tidak mempunyai kemampuan memenuhi kebutuhan dasar.
- Mempunyai kemampuan hanya menyekolahkan anaknya sampai jenjang pendidikan Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama.
- Mempunyai dinding rumah terbuat dari bamboo/kayu/tembok dengan kondisi tidak baik/berkualitas rendah, termasuk tembok yang sudah usang/berlumut atau tembok tidak diplester.
- Kondisi lantai terbuat dari tanah atau kayu/semen/keramik dengan kondisi tidak baik/berkualitas rendah.
- Atap terbuat dari ijuk/rumbia atau genteng/seng/asbes dengan kondisi tidak baik/ berkualitas rendah.
- Mempunyai penerangan bangunan tempat tinggal bukan dari listrik atau listrik tanpa meteran.
- Luas lantai rumah kecil kurang dari 8m2 / orang.
- Mempunyai sumber air minum berasal dari sumur atau mata air tak terlindungi/ air sungai / air hujan/ lainnya.
- Mempunyai pengeluaran sebagian besar digunakan untuk memenuhi konsumsi makanan pokok dengan sangat sederhana.
- Tidak mampu atau mengalami kesulitan untuk berobat ke tenaga medis, kecuali Puskesmas atau yang disubsidi pemerintah.
- Tidak mampu membeli pakaian satu kali dalam satu tahun untuk setiap anggota rumah tangga.