Bisnis.com, JAKARTA — PT Pertamina (Persero) mencatatkan pendapatan tahun buku 2023 senilai US$75,79 miliar, turun 11% dari tahun sebelumnya senilai US$84,89 miliar
Direktur Keuangan Pertamina Emma Sri Martini mengatakan bahwa penurunan pendapatan terjadi karena dua faktor, yaitu pelemahan rupiah dan penurunan harga minyak mentah Indonesia atau Indonesian Crude-oil Price (ICP).
"ICP turun 20%, kalau 2022 ICP di kisaran US$97 per barel, pada 2023 di level US$78 per barel. Jadi, cukup dalam turunnya dibandingkan 2022, karena itu revenue turun 11%. Jadi terlihat meski ICP turun 20% tapi revenue hanya terhantam 11%, masih bisa ditahan," kata Emma saat rapat dengan Komisi VI DPR, Rabu (12/6/2024).
Meski pendapat turun, perseroan mencatat pendapatan sebelum bunga, pajak, dan amortisasi atau Earning Before Interest, Taxes, Depreciation, and Amortization (EBITDA) naik 6%.
Dalam catatan Pertamina, pada tahun 2023 EBITDA berada diangka US$14,36 miliar dari sebelumnya US$13,59 miliar pada 2022.
Adapun, PT Pertamina (Persero) mencatatkan laba bersih pada tahun 2023 mencapai US$4,44 miliar atau naik dibandingkan tahun 2022 sebesar US$3,81 miliar.
Baca Juga
Direktur Keuangan Pertamina Emma Sri Martini mengatakan angka tersebut merupakan total laba untuk entitas induk. Untuk total laba bersih perusahaan seutuhnya, Emma menyebut total laba mencapai Rp72 triliun.
Pada tahun 2023, Emma menjabarkan perseroan dibayangi dengan kondisi yang tidak menentu karena melemahnya nilai tukar rupiah dan harga minyak mentah Indonesia.
Meski begitu Emma menuturkan, naiknya laba ini dikarenakan adanya peningkatan profitabilitas yang dicatatkan oleh Pertamina pada tahun 2023.
"Terlihat bahwa pencapaian propitabilitas prerusahaan meningkat 17%, jadi ini terlihat berbagai upaya dari peningkayan kinerja operasional ditengah melemahnya parameter," ucapnya.