Bisnis.com, JAKARTA - Kalangan pengusaha meminta pemerintah untuk mewaspadai dan memitigasi berbagai tekanan yang dapat mengganggu pertumbuhan ekonomi di 2024.
Hal tersebut disampaikan Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo), Shinta W. Kamdani, untuk merespons laporan Bank Dunia (World Bank) yang merevisi ke atas proyeksi pertumbuhan ekonomi Indonesia di tahun ini, dari sebelumnya 4,9% menjadi 5%.
“Kami memperkirakan tekanan-tekanan terhadap stabilitas makro ekonomi, demand, dan daya saing ekspor Indonesia juga masih tinggi hingga akhir tahun sehingga perlu diwaspadai dan dimitigasi oleh pemerintah,” kata Shinta kepada Bisnis, Kamis (13/6/2024).
Sementara itu dari sisi internal, kondisi wait and see di sisi investasi masih cukup tinggi khususnya investasi asing lantaran dinamika transisi kepemimpinan dalam negeri.
Menurutnya, pemerintah perlu menciptakan intervensi-intervensi kebijakan yang dibutuhkan, stimulus-stimulus peningkatkan ekspor, serta peningkatan fasilitasi realisasi investasi untuk memitigasi tekanan-tekanan tersebut.
Mengenai kerja sama perdagangan, Shinta menyebut bahwa hal yang saat ini paling dibutuhkan guna mendukung peningkatan produktivitas dan pertumbuhan ekonomi nasional adalah peningkatan sosialisasi penggunaan perjanjian perdagangan bebas (Free Trade Agreement/FTA), Comprehensive Economic Partnership Agreement (CEPA), atau Preferential Trade Agreement (PTA) yang ada untuk ekspor.
Baca Juga
“Ini harus dibarengi dengan upaya peningkatan kinerja ekspor lain,” ujarnya.
Misalnya, perluasan akses pembiayaan ekspor, pemberian suku bunga pembiayaan ekspor yang kompetitif, fasilitasi atau kemudahan logistik dan supply chain ekspor, hingga edukasi dan bantuan peningkatan standar atau compliance produk ekspor agar lebih efektif dalam meningkatkan kinerja ekonomi nasional dalam jangka pendek.
Di samping itu, menurutnya kerja sama perdagangan dengan negara-negara mitra yang ada sudah dapat dimanfaatkan untuk menarik investasi.
Kendati begitu, dia mengatakan harus didahului dengan perbaikan implementasi kebijakan reformasi struktural yang sudah ada dan didukung dengan reformasi iklim usaha/investasi lebih lanjut yang lebih sesuai dengan kebutuhan daya saing investasi di sektor-sektor yang ditargetkan dalam kerja sama tersebut.
“Misalnya di sektor energi terbarukan, EV, digital, dan lainnya,” pungkasnya.