Bisnis.com, JAKARTA – Kementerian Keuangan mengusulkan pagu indikatif sebesar Rp53,19 triliun untuk tahun anggaran 2025.
“Kami menyampaikan usulan pagu indikatif BA 15 Kementerian Keuangan untuk tahun anggaran 2025, adalah pagu indikatif Kementerian Keuangan tahun 2025 untuk dapat disetujui, diusulkan sebesar Rp53,19 triliun,” kata Menteri Keuangan Sri Mulyani dalam rapat kerja bersama dengan Komisi XI DPR RI, Senin (10/6/2024).
Sri Mulyani menjelaskan, berdasarkan sumber dananya, pagu indikatif Kemenkeu tahun anggaran 2025 tersebut terdiri dari rupiah murni sebesar Rp42,78 triliun, penerimaan negara bukan pajak (PNBP) Rp21,76 miliar, hibah Rp7,24 miliar, dan badan layanan umum (BLU) Rp10,37 triliun.
Sementara itu, jika dirincikan berdasarkan fungsi, pagu indikatif Kemenkeu tahun anggaran 2025 terdiri dari fungsi pelayanan umum sebesar Rp48,87 triliun, fungsi ekonomi Rp251,79 miliar, dan fungsi pendidikan sebesar Rp4,06 triliun.
Lebih lanjut, Sri Mulyani menjelaskan bahwa rencana kerja Kemenkeu pada 2025 dirancang untuk mendukung akselerasi pertumbuhan ekonomi yang inklusif dan berkelanjutan, terutama melalui pengelolaan fiskal yang sehat.
Kemenkeu pada 2025 akan berfokus pada lima program utama, pertama yaitu kebijakan fiskal dan sektor keuangan. Anggaran yang dibutuhkan untuk program tersebut adalah sebesar Rp331,47 miliar untuk enam unit eselon I terkait, yaitu Badan Kebijakan Fiskal (BKF), Direktorat Jenderal Pajak (DJP), Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DJBC), Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan (DJPK), Direktorat Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko (DJPPR), dan Direktorat Jenderal Anggaran (DJA).
Baca Juga
Lima kegiatan utama dalam program tersebut, yaitu formulasi kebijakan fiskal dan sektor keuangan, diplomasi dan kerja sama ekonomi dan keuangan internasional, analisis kebijakan fiskal dan sektor keuangan, komunikasi dan edukasi, serta monitoring dan evaluasi kondisi fiskal, ekonomi, dan keuangan.
Program kedua, yaitu program penerimaan negara dengan anggaran yang dibutuhkan sebesar Rp21,08 triliun oleh empat unit eselon I, diantaranya DJA, DJP, DJBC, dan Lembaga National Single Window (LNSW).
Program ini dicapai melalui lima kegiatan, diantaranya pelayanan, komunikasi, dan edukasi, pengawasan dan penegakan hukum, ektensifikasi penerimaan negara, penanganan keberatan/banding/gugatan, serta perumusan kebijakan administratif.
“Ekstensifikasi penerimaan negara penting karena basis pajak kita bisa terus mengalami erosi baik karena ada upaya penghindaran pajak maupun dari sisi cara kerja secara digital yang terus terang akan menjadi dampak yang terus kita wasapadi,” jelas Sri Mulyani.
Program ketiga, belanja negara, dengan kebutuhan anggaran sebesar Rp262,06 miliar oleh dua unit eselon I, DJA dan DJPK.
Sasaran program ini juga dicapai melalui pelaksanaan empat kegiatan, diantaranya pengelolaan anggaran pusat dan transfer ke daerah (TKD), komunikasi, edukasi, dan standardisasi, perumusan kebijakan administratif penganggaran pusat dan TKD, juga monitoring dan evaluasi kinerja anggaran pusat dan TKD.
Program keempat, perbendaharaan, kekayaan negara, dan risiko, yang membutuhkan anggaran sebesar Rp2,64 triliun, di empat unit eselon I, Direktorat Jenderal Perbendaharaan (DJPb), Direktorat Jenderal Kekayaan Negara (DJKN), DJPPR, dan Inspektorat Jenderal (Itjen).
Program kelima, dukungan manajemen, dengan kebutuhan anggaran sebesar Rp50,47 triliun, diampu oleh seluruh unit eselon I, untuk mewujudkan tata kelola yang efektif, peningkatan kompetensi SDM, dan pelaksanaan pengawasan internal.