Bisnis.com, JAKARTA – Wakil Ketua Komisi XI DPR RI Dolfie Othniel Frederic Palit menyoroti belanja utang pemerintah yang meningkat tinggi pada awal pemerintahan Prabowo Subianto tahun 2025 mendatang.
Dolfie dalam rapat kerja Komisi XI bersama dengan pemerintah menyampaikan bahwa pembayaran utang yang jatuh tempo pada tahun depan mencapai Rp782 triliun.
Menurutnya, jumlah tersebut cukup besar jika dibandingkan dengan anggaran belanja negara yang rencananya ditetapkan sekitar Rp3.500 triliun untuk tahun anggaran 2025.
“Apakah ini diserap di APBN 2025? Atau enggak? Kalau diserap APBN yang [anggaran belanja negara] Rp3.500 triliun itu untuk bayar utang saja udah Rp782 triliun,” katanya, Rabu (5/6/2024).
Di samping itu, Dolfie juga menyoroti penarikan utang baru oleh pemerintah yang mencapai sekitar Rp600 triliun untuk menutup defisit anggaran yang diperkirakan sebesar 1,45% hingga 2,82% dari PDB.
“Utang yang nanti akan ditutup kan lewat SBN dan pinjaman, SBN yang nanti akan disepakati saat rapat kerja, jadi kita perlu tahu data-datanya, utang yang di postur kurang lebih Rp600 triliun,” jelasnya.
Baca Juga
Sebagaimana diketahui, pemerintah mencatat outstanding utang sebesar Rp8.338,43 triliun atau setara dengan 38,64% dari PDB. Posisi utang tersebut meningkat dibandingkan dengan posisi pada bulan sebelumnya yang tercatat sebesar Rp8.262,10 triliun atau setara dengan 38,79% dari PDB.
Berdasarkan Buku APBN Kita Edisi Mei 2024, dijelaskan bahwa mayoritas utang pemerintah berasal dari dalam negeri dengan proporsi 71,18%, sejalan dengan kebijakan umum pembiayaan utang yang mengoptimalkan sumber pembiayaan dalam negeri dan memanfaatkan utang luar negeri sebagai pelengkap.
Berdasarkan instrumennya, komposisi utang pemerintah sebagian besar berupa Surat Berharga Negara (SBN) yang mencapai 87,94%.
Pemerintah menyatakan, rasio utang pemerintah hingga April 2024 tersebut masih terjaga di bawah batas aman 60 persen PDB sesuai UU No. 17/2003 tentang Keuangan Negara.
Di sisi lain, pemerintah mencatat belanja pembayaran bunga utang pada tahun ini mencapai Rp497,3 triliun atau naik 13,06% dibandingkan dengan tahun sebelumnya sebesar Rp439,9 triliun.
Adapun, tren belanja pembayaran bunga utang pemerintah terus mengalami peningkatan, setidaknya dalam 5 tahun terakhir.
Alokasi belanja bunga utang pemerintah pada 2024 pun tercatat naik signifikan jika dibandingkan dengan realisasi pada 2019 yang tercatat sebesar Rp275,5 triliun.
Ruang Fiskal Jadi Minim
Sebelumnya, Guru Besar Bidang Ilmu Ekonomi dan Kebijakan Publik Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia (FEB UI) Benedictus Raksaka Mahi menyoroti minimnya ruang fiskal pemerintah karena besarnya pembayaran utang.
Raksaka mewaspadai kas negara untuk membayar utang yang kian naik, dapat semakin mempersempit ruang fiskal APBN dalam melakukan manuver kebijakan apabila terjadi kondisi yang tidak diinginkan.
“Debt-to-GDP ratio kita masih aman, tapi tren pembayaran bunga, ini perlu diwaspadai, itu kedepannya bisa mengurangi fiskal buffer kita,” ungkapnya dalam Webiner FEB UI bertema “Mengarungi Gelombang Turbulensi Ekonomi 2024: Tantangan dan Strategi”, Jumat (31/5/2024).
Untuk itu, dirinya mendorong pemerintah untuk meningkatkan ruang fiskal dengan meningkatkan pendapatan negara, khususnya dari perpajakan.
Sebagaimana pemerintah telah memperkenalkan Pembaruan Sistem Inti Administrasi Perpajakan (PSIAP) atau core tax administration system (CTAS) untuk menjaring wajib pajak dan mempermudah kewajiban masyarakat dalam membayar pajak.
Raksaka juga menuturkan pemerintah dapat melakukan peningkatan basis pajak hingga optimalisasi tarif pajak untuk mengamankan ruang fiskal.