Bisnis.com, JAKARTA – Menjelang selesainya pemerintahan periode dua Joko Widodo (Jokowi), Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) menemukan sederet catatan merah keuangan negara hingga periode akhir 2023.
Tercatat adanya masalah mulai dari ketidakpatuhan yang mengakibatkan kerugian negara, Ibu Kota Negara (IKN) Nusantara, hingga persoalan Uang Kuliah Tunggal (UKT).
BPK memang melaporkan telah berhasil menyelamatkan aset dan uang negara senilai Rp136,88 triliun sepanjang 2005-2023, namun nyatanya, selalu terdapat indikasi kerugian yang ditemukan.
“Dari tindak lanjut tersebut, BPK telah melakukan penyelamatan uang dan aset negara berupa penyerahan aset dan atau penyetoran uang ke kas negara/daerah/perusahaan atas hasil pemeriksaan 2005 hingga 2023 senilai Rp136,88 triliun,” ungkap Ketua BPK Isma Yatun dalam penyampaian IHPS II/2023 di Sidang Paripurna DPR, Selasa (4/6/2024).
Pada semester II/2023, BPK menemukan 8.869 permasalahan dari 651 Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) yang terjadi baik di pemerintah pusat, pemerintah daerah dan BUMD, serta BUMN/badan lainnya.
Jumlah permasalahan yang BPK temukan ini tercatat jauh lebih sedikit dari semester I/2023 yang mencapai 705 LHP dengan 15.689 permasalahan.
Pada semester II/2023, masalah terbanyak berada di pemerintah daerah dan BUMD yang mencapai 4.868 permasalahan. Ketidakpatuhan terhadap ketentuan perundang-undangan menjadi masalah tertinggi di ranah daerah yang mencapai 2.873 masalah.
Tidak sedikit pula temuan ketidakhematan, ketidakefisienan, dan ketidakefektifan yang menyebabkan adanya indikasi kerugian uang negara yang dikelola oleh daerah.
Berikut Temuan BPK selama Semester II/2023:
Negara Rugi Rp93,44 Triliun
Ikhtisar Hasil Pemeriksaan Semester (IHPS) Semester II/2023 membukukan adanya indikasi kerugian dan kerugian negara senilai Rp93,44 triliun pada periode 2017-2023 yang berasal dari 437 laporan.
Di mana terdiri dari 28 laporan hasil Pemeriksaan Investigasi (PI) yang memiliki nilai indikasi kerugian Rp32,53 triliun. Sementara 409 laporan yang berasal dari hasil penghitungan kerugian negara (PKN) tercatat dengan nilai kerugian negara mencapai Rp60,91 triliun kepada instansi yang berwenang.
Masalah IKN
Pertama, BPK melihat pembangunan infrastruktur yang berlangsung tersebut belum sepenuhnya selaras dengan RPJMN Tahun 2020-2024, Rencana Strategis (Renstra) Kementerian PUPR Tahun 2020-2024, dan Rencana Induk IKN. Serta perencanaan pendanaan belum sepenuhnya memadai.
Kedua, fakta yang terjadi di lapangan bahwa persiapan pembangunan infrastruktur IKN belum memadai dengan adanya 2.085,62 Ha dari 36.150 Ha tanah masih dalam penguasaan pihak lain karena belum diterbitkannya hak pengelolaan lahan (HPL).
Ketiga, BPK mencatat kurangnya pasokan material dan peralatan konstruksi untuk pembangunan IKN, harga pasar material batu split dan sewa kapal tongkang tidak sepenuhnya terkendali, pelabuhan bongkar muat untuk melayani pembangunan IKN belum dipersiapkan secara menyeluruh, dan kurangnya pasokan air untuk pengolahan beton.
Terakhir, Kementerian PUPR belum sepenuhnya memiliki rancangan serah terima aset, rencana alokasi anggaran operasional, serta mekanisme pemeliharaan dan pengelolaan aset dari hasil pembangunan infrastruktur IKN Tahap I.
Pinjol BUMN Indofarma
PT Indofarma Tbk. dan PT IGM (anak perusahaan PT Indofarma Tbk.) melakukan aktivitas yang berindikasi fraud/kerugian mencapai total Rp624,43 miliar. Aktivitas tersebut mulai dari pegadaian deposito, pinjaman online atau pinjol (fintech), menyalahgunakan dana restitusi pajak, window dressing, hingga penggunaan kartu kredit perusahaan untuk kepentingan pribadi.
Penerimaan Negara Kurang akibat Bansos
BPK menemukan adanya saldo bansos atas 365.023 Keluarga Penerima manfaat (KPM) yang tidak bertransaksi senilai Rp208,52 miliar yang belum dilakukan freeze saldo bantuan dan dikembalikan ke kas negara.
Akibatnya, terdapat kekurangan penerimaan negara atas saldo bansos yang belum disetor ke kas negara sebesar Rp227,43 miliar. Selama proses pemeriksaan berlangsung, Kemensos telah menindaklanjuti dengan melakukan penyetoran ke kas negara sebesar Rp226,84 miliar.
BPK juga menemukan Rp18,91 miliar dana yang belum dilakukan freeze saldo, karena 71.779 Kartu Keluarga Sejahtera tidak terdistribusi karena penerima mampu, menolak, meninggal, pindah, dibawah umur, dan tidak ditemukan.
Pengelolaan Utang Pemerintah
BPK melihat Bendahara Umum Negara (BUN), dalam hal ini Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati, boros dalam menggunakan utang pemerintah yang menyebabkan pemborosan kas negara senilai Rp219 miliar untuk pendanaan infrastruktur.
Masalah seperti pembayaran biaya utang yang tidak diikuti dengan penarikan nilai pinjaman proyek/kegiatan luar negeri, pembayaran commitment fee lebih besar dari yang direncanakan atas penarikan pinjaman proyek/kegiatan luar negeri dan pinjaman tunai yang tidak dilakukan sesuai jadwal dalam Loan Agreement.
Uang Kuliah Tunggal (UKT)
Masih ramai dengan isu UKT mahal, nyatanya BPK menemukan potensi kelebihan pemungutan Uang Kuliah Tunggal(UKT) dan Iuran Pengembangan Institusi (IPI).
BPK mendorong rektor universitas terkait untuk menghentikan pemungutan UKT yang melebihi Biaya Kuliah Tunggal, tagihan UKT atas mahasiswa yang menjalani cuti dan mahasiswa yang mengambil mata kuliah kurang dari/atau sama dengan 6 Sistem Kredit Semester (SKS), serta pemungutan IPI pada mahasiswa baru selain program diploma dan sarjana.
Adapun, enam catatan merah di atas hanyalah sebagian kecil temuan BPK. Terdapat ribuan temuan lainnya yang mengindikasikan kerugian negara pada periode Semester II/2023.