Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Industri Polimer RI Kecipratan Berkah Investasi dari Perang Dagang AS-China

Inaplas menyebut konflik dagang China dan Amerika Serikat memberikan dampak positif terhadap industri polimer dalam negeri
Ilustrasi sedotan plastik/Freepik
Ilustrasi sedotan plastik/Freepik

Bisnis.com, JAKARTA - Asosiasi Industri Olefin, Aromatik dan Plastik Indonesia (Inaplas) mengungkap dampak konflik China dan Amerika Serikat yang membuat negara Tirai Bambu itu mencari partner lini produksi potensial, salah satunya untuk industri polimer di Indonesia.

Sekjen Inapas Fajar Budiono mengatakan, pihaknya baru-baru ini mendapatkan informasi rencana China menanamkan modal di Tanah Air untuk pembangunan pabrik polimer seperti Polyethylen (PE), Polyprophylene (PP), maupun Polyvinyl Chloride (PVC). 

"Saya dengar di industri polimer, mereka [produsen China] lagi cari lokasi untuk bangun pabrik baru, bukan relokasi. Ada beberapa yang masuk untuk bikin bahan polimer. Dalam 2-3 bulan ini ada kabar baik," kata Fajar kepada Bisnis, (5/6/2024). 

Rencana tersebut menjadi berkah lantaran kapasitas produksi bahan polimer tersebut dikisaran 2,4-2,6 juta ton, sedangkan permintaan dalam negeri bahan baku plastik tersebut mencapai 7 juta ton per tahun. 

Tak hanya itu, keuntungan lainnya yang didapatkan Indonesia, yaitu terciptanya lapangan pekerjaan, melengkapi industri midstream, hingga meningkatkan cadangan devisa untuk menjaga nilai tukar stabil. 

"Minusnya untuk industri hilir bisa nggak berkompetisi dengan pendatang baru, di industri ini kan ada insentif-insentif atau mesin baru yang secara keekonomian proses produksinya jauh lebih kompetitif daripada teknologi dalam negeri," jelasnya. 

Di sisi lain, Fajar melihat masifnya rencana China untuk investasi di RI tahun ini merupakan strategi dagang dan upaya penyelamatan diri dari konflik geopolitik. Apalagi, China saat ini tengah dikepung hambatan perdagangan oleh AS dan Uni Eropa. 

Tak hanya itu, pertumbuhan ekonomi China masih di bawah 6% dipicu ambruknya industri properti lantaran daya beli masyarakat yang masih melemah. Alhasil, China mencari pasar dan lini produksi di luar wilayahnya. 

"Masalah sumber daya manusia juga di China mulai naik dan padat karya sekarang sudah padat modal. Artinya, tenaga kerja China sekarang ini sudah lebih mahal sehingga untuk produk-produk yang membutuhkan tenaga kerja banyak mulai tidak ekonomis," terangnya. 

Dari sisi bahan baku, menurut Fajar, China juga mencari jalur pelayaran logistik yang lebih murah dan aman. Indonesia menjadi salah satu sasaran perluasan dan diversifikasi rantai pasok guna melengkapi basis manufaktur existing di China.


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper