Bisnis.com, JAKARTA- Kementerian Perindustrian (Kemenperin) tengah menggodok strategi untuk mendukung proses dekarbonisasi industri semen sekaligus menyesuaikan dengan kebijakan Uni Eropa terkait carbon border adjusment mechanism (CBAM) yang akan berlaku 2026.
Direktur Industri Semen, Keramik, Pengolahan Bahan Galian Non Logam Putu Nadi Astuti mengatakan memastikan ekspor semen RI tidak akan terpengaruh negatif terhadap kebijakan tersebut lantaran pihaknya tengah menyusun peta jalan dekarbonisasi industri.
"Semen itu sendiri ekspornya ke negara-negara yang belum akan menerapkan kebijakan CBAM dalam waktu dekat, harapan kami di 2024 tentu tidak ada penurunan ekspor produk semen maupun semen setengah jadi," kata Putu di Kantor Kemenperin, Selasa (4/6/2024).
Salah satu strategi dekarbonisasi tengah diolah oleh Pusat Industri Hijau (PIH) yang akan memberikan ketentuan nilai ekonomi karbon. Industri akan didorong untuk bertransformasi dari industri konvensional menjadi industri hijau melalui penerapan Standar Industri Hijau (SIH).
SIH diarahkan untuk menjadi salah satu instrumen dalam mencapai nilai Bobot Manfaat Perusahaan (BMP) guna memenuhi ketentuan Tingkat Kandungan Dalam Negeri (TKDN). Adapun, TKDN industri semen saat ini berkisar 77-98%.
Selanjutnya, SIH juga diarahkan sebagai instrumen perdagangan internasional, baik sebagai NTM (Non-Tariff Measures) melalui pemberlakuan SIH secara wajib untuk menghadapi gempuran produk impor, juga menjadi salah satu faktor untuk pemenuhan kriteria ketentuan asal (COO) dalam kerangka kerja sama perdagangan bebas dengan negara mitra.
Baca Juga
"Ini nantinya tentu akan sebagai salah satu upaya untuk antisipasi penerapan kebijakan mekanisme carbon border di negara lain," tuturnya.
Di sisi lain, Putu menegaskan bahwa ekspor semen Indonesia masih berada pada tren positif. Berdasarkan catatannya, ekspor semen klinker sebesar 4,8 juta ton pada 2018, naik menjadi 10 juta ton pada 2021, dan 2023 menjadi 9,8 juta ton. Ekspor semen paling besar di ekspor ke Bangladesh, Taiwan, Filipina.
Sebelumnya, Ketua Umum Asosiasi Semen Indonesia (ASI) Lilik Unggul Raharjo mengatakan pelaksanaan CBAM akan diberlakukan kepada importir melalui sistem seritifikasi. Kebijakan ini memicu peningkatan ongkos jika produk ekspor ke Eropa tak sesuai standar emisi di benua tersebut.
"Saat ini memang tidak ada ekspor ke Eropa dari pabrik semen kita, tetapi once ini diberlakukan Eropa biasanya nanti negara-negara lain seperti Australia dan lainnya akan juga menerapkan dan itu yang jadi concern kita," ujar Lilik.
Merujuk pada data Badan Pusat Statistik (BPS), ekspor semen ke Australia sebesar US$18,17 juta pada triwulan I/2024 atau naik dari periode yang sama tahun sebelumnya US$16,80 juta.