Bisnis.com, JAKARTA- Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API) mengusulkan pembentukan Kementerian Pertekstilan untuk menanungi langsung industri tekstil dan produk turunannya. Usulan ini dinilai penting lantaran tumpang tindih kebijakan yang terjadi antarkementerian saat ini.
Badan Pengurus Daerah (BPD) Jawa Barat API Andrew Purnama mengatakan pihaknya berharap pemerintahan baru dapat mengakomodasi usulan tersebut demi menjaga industri tekstil yang tengah diadang polemik banjir impor hingga daya saing melemah.
"Pasti, kita sudah mengajukan RUU Sandang ke DPR RI, di mana salah satu di dalamnya itu untuk membentuk suatu badan yang mempunyai wewenang kuat untuk meregulasi kita industri tekstil," kata Andrew saat ditemui Bisnis, Senin (3/6/2024).
Dia pun membandingkan kinerja tekstil India yang terus mengalami pertumbuhan positif. Proteksi pasar domestik dari barang impor dan posisinya di pasar global disebut lebih baik dibandingkan Indonesia.
Kementerian Pertekstilan di India menerapkan The Bureau of Indian Standards untuk menjaga industri tekstil dari produk-produk tak kompetitif agar tidak beredar di pasar. Kebijakan tersebut juga melarang barang impor masuk jika kebutuhan dalam negeri tercukupi.
"Kalau nanti misalnya Presiden selanjutnya mungkin di dalam kabinet nya menciptakan kementerian baru itu akan sangat membantu kami untuk ke depannya karena sangat penting bagi kami punya regulasi yang bagus," jelasnya.
Baca Juga
Merujuk pada data Kementerian Pertekstilan India, saat ini Negara Anak Benua ini memiliki pangsa pasar 4,6% terhadap perdagangan global pada 2023 dari tahun sebelumnya 4%. Sementara itu, Indonesia baru mampu mengambil di bawah 2% pangsa pasar tekstil global saat ini.
Industri tekstil RI masih dalam fase pemulihan setelah terkontraksi sejak pandemi. Pemulihan itu tercerminkan dari laju pertumbuhan kinerja tekstil terhadap PDB yang berada dikisaran 2,64% year-on-year (YoY) pada triwulan I/2024 tumbuh dari periode tahun lalu -0,07% YoY.
Pertumbuhannya masih rentan melemah lantaran minimnya dukungan proteksi dari barang impor ilegal yang membanjiri pasar domestik. Andrew mengeluhkan proses birokrasi yang berbelit hingga tak sejalan antarlembaga.
"Kami juga sekarang mengajukan safeguard, gak diperpanjang sudah 2 tahun, akhirnya importasi terus. Itu safeguard loh yang diperkenankan WTO," tuturnya.
Terlebih, kinerja tekstil dinilai semakin terancam dengan kebijakan relaksasi impor yang diberlakukan melalui Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) No. 8/2024 sebagai revisi dari larangan dan pembatasa impor Permendag 36/2023 yang baru diberlakukan 3 bulan.
Oleh karena itu, Andrew menilai lembaga khusus untuk mengakomodasi kebutuhan industri tekstil penting, mengingat tekstil merupakan bahan pokok sandang yang mesti dipenuhi.
"Jadi ini penting karena ebutuhan pokok itu ada 3, sandang, papan, pangan. Papan ada di Kementerian Perhutanan (KLHK), Pangan di Kementerian Pertanian, sedangkan kita gak ada. Kita di bawah Kemenperin dan itu pun di bawah Direktorat ITKAK," pungkasnya.