Bisnis.com, JAKARTA - Pasar mata uang memulai minggu ini dengan hati-hati, dengan dolar AS melemah tipis pada hari Senin (3/6/2024) setelah data minggu lalu menunjukkan inflasi Amerika Serikat (AS) yang stabil.
Dikutip dari Reuters, Senin (3/6/2024) dolar mencatat penurunan bulanan pertama tahun ini pada Mei 2024, tertekan oleh perubahan ekspektasi mengenai kapan dan seberapa besar bank sentral AS Federal Reserve (The Fed) akan menurunkan suku bunga.
Pasar memperkirakan pemangkasan suku bunga The Fed sebesar 37 basis poin tahun ini setelah data Jumat (31/5) menunjukkan indeks harga pengeluaran konsumsi pribadi (PCE) meningkat 0,3% bulan lalu, sesuai dengan kenaikan yang belum direvisi pada bulan Maret.
Para pedagang kini memperkirakan kemungkinan penurunan suku bunga sebesar 53% pada September 2024, naik dari sekitar 49% sebelum laporan tersebut.
Kemudian, data inflasi menunjukkan tekanan harga tetap di atas target The Fed sebesar 2%, dengan kenaikan indeks PCE tahunan sebesar 2,7% pada April 2024, sama seperti Maret 2024. Hal ini membuat pasar ragu akan lebih dari satu kali penurunan suku bunga pada tahun 2024.
Indeks dolar, yang mengukur mata uang AS terhadap enam mata uang rivalnya, turun 0,067% menjadi 104,51 pada hari Senin (3/6). Indeks turun 1,56% pada Mei 2024.
Baca Juga
Sementara itu, poundsterling juga menguat sebesar 0,04% menjadi US$1,27475, sementara euro terakhir berada di level US$1,085325 menjelang pertemuan kebijakan Bank Sentral Eropa (ECB) pada hari Kamis (6/6) ketika bank sentral diperkirakan akan menurunkan suku bunga.
Sementara itu, data yang dirilis pada hari Jumat (31/5) oleh Kementerian Keuangan Jepang mengonfirmasi bahwa Bank of Japan akan menggelontorkan 9,79 triliun yen untuk melakukan intervensi di pasar valuta asing untuk mendukung yen selama sebulan terakhir.
Menurut kepala penelitian di Pepperstone, Chris Weston, kini pasar tengah bersiap untuk pertemuan yang relatif hawkish dan melihat adanya kecenderungan reaksi positif terhadap euro.
Komentar dari pejabat ECB akan menjadi fokus bagi para pedagang bersama dengan proyeksi ekonomi untuk menilai apakah bank sentral akan melakukan pemotongan lebih lanjut setelah hari Kamis (6/6) setelah data menunjukkan kenaikan inflasi zona euro pada Mei 2024.
"Pasar akan menjadi tidak sabar dengan kesabaran The Fed karena data pertumbuhan menunjukkan bahwa The Fed menunggu terlalu lama untuk mengkalibrasi ulang suku bunganya. Mereka tampaknya siap untuk meraih kekalahan dari ambang kemenangan,” jelasnya, dikutip dari Reuters.
Berdasarkan data Bloomberg, kini rupiah juga menguat 0,16% terhadap dolar AS ke level 16.226,5 pada pukul 12.18 WIB.
Sebelumnya, ekonom mewanti-wanti risiko peningkatan inflasi, terutama imported inflation, seiring tren nilai tukar rupiah yang masih cenderung melemah.
Kepala Ekonom Bank Syariah Indonesia (BSI) Banjaran Surya menuturkan bahwa risiko tersebut perlu dicermati walaupun laju inflasi diperkirakan melandai pada Mei 2024.
Kemudian, ekonom Makroekonomi dan Pasar Keuangan LPEM FEB UI Teuku Riefky menyampaikan bahwa potensi risiko inflasi kedepannya masih terlihat dan harus dimitigasi dengan baik.