Bisnis.com, JAKARTA – Penyediaan rumah bagi rakyat masih menjadi tantangan besar, tercermin dari masih adanya backlog sebanyak 9,9 juta rumah pada 2023. Merujuk data Susesnas BPS, angka backlog hunian pada 2021 berada di level 12,72 juta unit, menurun dari tahun 2020 yang berada di level 12,75 juta hunian.
Pada 2004, backlog perumahan mencapai 5,2 juta unit rumah. Jumlah ini akan terus berubah seiring pertambahan kebutuhan sekitar 700.000 unit hingga 800.000 unit setiap tahunnya yang berasal dari pertumbuhan keluarga baru.
Untuk diketahui, backlog adalah kesenjangan antara jumlah rumah terbangun dengan jumlah rumah yang dibutuhkan oleh masyarakat. Backlog dihitung berdasarkan kebutuhan satu unit rumah untuk satu rumah tangga atau kepala keluarga (KK).
Terlebih program sejuta rumah yang dicanangkan pemerintah sejak tahun 2015 rupanya belum mampu menutup angka backlog kepemilikan rumah. Padahal, bila dihitung secara sejak tahun 2015 hingga akhir 2023, pemerintah mengklaim telah membangun sebanyak 7.988.585 unit rumah melalui Program Sejuta Rumah.
Di sisi lain, Industri perbankan tetap optimistis dapat memacu penyaluran kredit kendaraan bermotor atau KKB tahun ini, kendati industri ini sempat lesu pada awal tahun ini.
Optimisme tersebut setidaknya terlihat dari hasil survei oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK) terhadap 95 bank. Mayoritas bank optimistis bisa meningkatkan kinerja KKB mereka pada kuartal II/2024.
Baca Juga
Berdasarkan Survei Orientasi Bisnis Perbankan OJK (SBPO) secara kuartalan, optimisme sektor perbankan itu dipengaruhi oleh situasi politik pasca Pemilu 2024.
Pada kuartal I/2024, KKB sempat jeblok akibat politik yang belum menentu dan membuat nasabah cenderung wait and see, serta menahan diri untuk melakukan pembelian kendaraan bermotor.
Dua petikan berita tersebut merupakan berita pilihan dari meja redaksi Bisnisindonesia.id yang disajikan secara analitik dan mendalam pada Jumat (31/5/2024). Berikut sejumlah berita pilihan selengkapnya.
1. Pantang Mundur Pemerintah Jalankan Program Tapera Demi Atasi Backlog Hunian
Pemerintah sendiri menargetkan permasalahan backlog tuntas pada Indonesia Emas tahun 2045 mendatang. Untuk mencapai target tahun 2045 ini tentu perlu terobosan. Jika tidak, tahun 2045, pada saat Indonesia Emas, 100 tahun Indonesia merdeka, jumlah backlog diperkirakan dapat mencapai 25 juta unit atau 25 juta kepala keluarga tidak memiliki rumah.
Salah satu upaya pemerintah untuk mengatasi permasalahan backlog yakni melalui program tabungan perumahan rakyat (Tapera). Pemerintah mewajibkan agar seluruh pekerja di Indonesia dengan penghasilan di atas upah minimum mengikuti program Tapera. Hal ini membantu para pekerja yang masuk kategori masyarakat berpenghasilan rendah (MBR) untuk memiliki rumah.
Adapun besaran simpanan peserta yakni sebesar 3% dari gaji atau upah untuk peserta pekerja dan penghasilan untuk pekerja mandiri. Besaran simpanan untuk peserta pekerja swasta tersebut ditanggung bersama oleh pemberi kerja sebesar 0,5% dan pekerja sebesar 2,5%.
Ketentuan Tapera diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun 2024 tentang perubahan atas Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 25 Tahun 2020 tentang Tabungan Perumahan Rakyat yang ditetapkan pada 20 Mei 2024. Regulasi ini merupakan turunan dari Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2016 tentang Tabungan Perumahan Rakyat.
2. Karpet Merah Ekspor Konsentrat Mineral Freeport, Amman Mineral, dkk.
Tak perlu menunggu lebih lama lagi, pemerintah untuk yang kedua kalinya kembali memberikan perpanjangan relaksasi izin ekspor mineral logam untuk komoditas konsentrat tembaga, lumpur anoda hasil pemurnian tembaga, besi, timbal, dan seng.
Sama seperti relaksasi sebelumnya, perpanjangan izin ekspor konsentrat mineral logam itu berlaku 6 bulan ke depan, yakni mulai 1 Juni 2024 hingga 31 Desember 2024.
Sebelumnya, pemerintah melalui Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) memberikan relaksasi ekspor lima jenis komoditas mineral logam yang berlaku mulai 24 Juli 2023 hingga 31 Mei 2024. Relaksasi itu diatur dalam Peraturan Menteri ESDM Nomor 7 Tahun 2023 tentang Kelanjutan Pembangunan Fasilitas Pemurnian Mineral Logam di Dalam Negeri yang diundangkan pada 9 Juni 2023.
Setidaknya, terdapat lima badan usaha yang diberikan relaksasi kebijakan pelarangan ekspor mineral mentah hingga Mei 2024. Kelima badan usaha tersebut adalah PT Freeport Indonesia (tembaga), PT Amman Mineral Nusa Tenggara (tembaga), PT Sebuku Iron Lateritic Ores (besi), dan dua smelter milik PT Kapuas Prima Coal, yakni PT Kapuas Prima Citra (timbal) dan PT Kobar Lamandau Mineral (seng).
Hanya saja, izin ekspor tersebut bukanlah diberikan begitu saja alias tanpa syarat. Pemerintah menetapkan sejumlah syarat dan ketentuan, termasuk sanksi atas keterlambatan penyelesaian pembangunan smelter.
3. Menerka Nasib Megaproyek PLTA Kayan Setelah Ditinggal Sumitomo
Perkembangan megaproyek pembangkit listrik tenaga air atau PLTA Kayan Cascade mulai memasuki babak baru, setelah Sumitomo Corporation akhirnya memutuskan hengkang dari proyek yang berada di Sungai Kayan, Kecamatan Long Peso, Kabupaten Bulungan, Kalimantan Utara tersebut.
Sempat memberikan harapan baru dengan masuknya Sumitomo, meskipun masih dihadapkan pada berbagai tantangan terutama menyangkut persoalan perizinan, nasib megaproyek PLTA Kayan kini malah dipertanyakan.
Tanpa banyak cerita, Sumitomo Corporation dan PT Kayan Hydro Energy (KHE) resmi mengakhiri kerja sama yang sudah terjalin sejak 2022 lalu. Namun demikian, kerja sama investasi antara KHE dan Sumitomo yang belum genap 2 tahun itu malah berakhir pada kuartal 1/2024.
“Kami pernah berkerja sama dengan Sumitomo, [tapi] terhitung sejak kuartal I/2024 kami sudah menyelesaikan hubungan dengan Sumitomo,” ujar Komite Eksekutif PT Kayan Hydro Energy Steven Kho, Kamis (30/5/2024).
Hanya saja, Steven tidak memerinci alasan berakhirnya kerja sama dengan Sumitomo. Dia hanya mengatakan bahwa ada perbedaan cara pandang dari sisi komersial antara Kayan Hydro Energy dan Sumitomo.
Kendati demikian, Steven mengungkapkan bahwa Kayan Hydro Energy dan Sumitomo tetap menjalin hubungan dengan baik. Pihaknya juga tidak menutup kemungkinan untuk menjalin kerja sama yang produktif dengan Sumitomo baik dalam proyek PLTA Kayan maupun proyek-proyek lain pada masa depan.
Kabar terkait rencana pendirian pabrik semen baru oleh konsorsium China membuat emiten semen mulai waswas. Selain melanggar aturan moratorium, hal ini juga dikhawatirkan memperparah kondisi oversupply semen di Tanah Air.
Kekhawatiran muncul setelah PT Kobexindo Cement, konsorsium Hongshi Holding Group asal China, menandatangani nota kesepahaman dengan Pemerintah Kabupaten Aceh Selatan terkait pendirian pabrik semen baru. Perjanjian ini diteken pada 18 Mei 2024 di Jakarta.
Pabrik baru tersebut diperkirakan memiliki kapasitas produksi hingga 6 juta ton per tahun, dengan nilai investasi yang ditaksir mencapai Rp10 triliun. Rencana itu pun berisiko memperuncing kondisi oversupply semen.
Asosiasi Semen Indonesia (ASI) mencatat kebutuhan semen dalam negeri mencapai 65,5 juta ton pada 2023, sedangkan total produksi tembus 119,9 juta. Artinya, pasokan semen berlebih hingga 54,4 juta ton.
Direktur Utama PT Indocement Tunggal Prakarsa Tbk. (INTP), Christian Kartawijaya, menyatakan bahwa sejatinya tidak ada kebutuhan pasokan tambahan semen untuk Aceh dan Pulau Sumatra. Oleh karena itu, kabar pendirian pabrik baru di Aceh bak petir di siang bolong.
5. Penjualan Mobil Lesu, Bank Optimistis Pacu Kredit Kendaraan Bermotor
Pada kuartal I/2024, KKB sempat jeblok akibat politik yang belum menentu dan membuat nasabah cenderung wait and see, serta menahan diri untuk melakukan pembelian kendaraan bermotor.
"Adapun hal yang mendasari keyakinan mayoritas bahwa prospek pertumbuhan kredit kendaraan bermotor ke depan cukup tinggi antara lain dikarenakan potensi pasar otomotif di Indonesia yang masih sangat besar didukung oleh pertumbuhan ekonomi yang cukup tinggi," tulis OJK dalam survei tersebut pada Rabu (29/5/2024).
Kondisi positif itu diyakini perbankan akan mendorong terjadinya peningkatan konsumsi masyarakat, yang mana akan berdampak juga terhadap penjualan kendaraan bermotor.
Meski begitu, terdapat sebagian bank yang memandang bahwa prospek pertumbuhan kredit kendaraan bermotor ke depan masih berpotensi tertahan seiring terjadinya pelemahan nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) dan kenaikan suku bunga acuan.
Kondisi tersebut dinilai dapat berdampak negatif terhadap melemahnya permintaan masyarakat terhadap kredit kendaraanbermotor.
Faktor lainnya yang menyebabkan terjadinya pelambatan kredit kendaraan bermotor adalah adanya pola pembelian customer yang semakin banyak membeli kendaraan secara cash. Sejauh ini, permintaan masyarakat terpantau masih tetap tinggi baik terhadap kendaraan baru maupun bekas.