Bisnis.com, JAKARTA — PT Perusahaan Listrik Negara (Persero) atau PLN telah memproses sekitar 17,35 gigawatt (GW) pembangkit listrik berbasis energi baru terbarukan (EBT) per April 2024.
Direktur Utama PLN Darmawan Prasodjo mengatakan, sekitar 1,1 GW pembangkit telah memasuki tahap commercial operation date (COD) atau operasional.
“PLN dengan upaya terbaiknya sudah memproses 17,35 GW pembangkit berbasis pada energi baru terbarukan,” kata Darmawan saat rapat dengar pendapat (RDP) dengan Komisi VII DPR RI, Jakarta, Kamis (30/5/2024).
Perinciannya, 5 GW masuk dalam tahap pendanaan dan 7,8 GW masuk tahap pengadaaan. Selain itu, 3,46 GW lainnya telah masuk masa konstruksi.
Di luar itu, kata Darmawan, terdapat 3,6 GW potensi kapasitas pembangkit EBT masih dalam tahap perencanaan.
Adapun, rencana pengembangan kapasitas pembangkit EBT dalam Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) 2021-2030 mencapai sekitar 20,9 GW atau mengambil porsi 52% dari keseluruhan penambahan kapasitas setrum nasional.
Baca Juga
Sebagian besar kapasitas pembangkit itu bakal dipasok dari pembangkit hidro sebesar 10,4 GW, disusul dengan pembangkit panas bumi di level 3,4 GW, biomasa sebesar 0,6 GW. Sementara itu, pembangkit surya dan bayu mengambil porsi 5 GW dan sumber lainnya sekitar 1,5 GW.
“Ke depan akan semakin banyak proyek pembangkit EBT PLN yang akan segera beroperasi,” kata dia.
Rencananya tiga pembangkit listrik tenaga surya (PLTS) terapung bakal COD pada 2025 sampai dengan 2026, di antaranya PLTS Terapung Saguling (60 megawatt/MW), PLTS Terapung Singkarak (50 MW), dan PLTS Terapung Karangkates (100 megawatt/MW).
Sementara itu, pembangkit berbasis bayu seperti PLTB Timor (22 MW), PLTB Tanah Laut (70 MW) dan PLTB Sulbagsel (60 MW & 70 MW) bakal beroperasi masing-masing 2025 dan 2027.
Sebelumnya, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) membeberkan terdapat 14 proyek pembangkit listrik EBT yang terkendala pendanaan akibat polemik klausul pemenuhan ketentuan tingkat komponen dalam negeri (TKDN).
Empat proyek di antaranya sudah memiliki kesepakatan pendanaan dari Asian Development Bank (ADB), World Bank, Japan International Cooperation Agency (JICA), dan lembaga pembiayaan lainnya dengan total komitmen investasi lebih dari US$1 miliar.
Keempat proyek itu meliputi Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA) Cisokan (1.040 MW), Pembangkit Listrik Panas Bumi (PLTP) Huluais (110 MW), PLTA Kumbih (45 MW), dan PLTA Sawangan (16,6 MW).
Sekretaris Jenderal Kementerian ESDM Dadan Kusdiana mengatakan, persoalan klausul TKDN itu membuat sejumlah proyek tidak bisa masuk tahap pengadaan atau procurement dari lembaga keuangan internasional tersebut.
“Karena aturan lender yang tidak mendukung TKDN,” kata Dadan kepada Bisnis, Senin (22/1/2024).
Sementara itu, terdapat 10 proyek lainnya belum mencapai kesepakatan dengan lender terkait ketentuan klausul TKDN itu masuk ke dalam perjanjian jual beli listrik (PPA) dengan PLN.
Sepuluh proyek yang mandek negosiasi itu, di antaranya PLTA Bakaru 1 (126 MW), PLTA Bakaru 2 (140 MW), Pembangkit Listrik Tenaga Minihidro (PLTM) Kalibumi (6,35 MW), PLTM Lapai 1 (5,31 MW), PLTM Riorita (2,5 MW), PLTP Dieng 2 (55 MW), PLTP Patuha 2 (55 MW), dan PLTA Masang 2 (44 MW).