Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Industri Tekstil dan Produk Tekstil (TPT) Masih Berat Serap Tenaga Kerja Baru

Sektor tekstil masih mengalami kesulitan dalam menyerap tenaga kerja baru.
Sejumlah karyawan tengah memproduksi pakaian jadi di salah satu pabrik produsen dan eksportir garmen di Bandung, Jawa Barat, Selasa (25/1/2022). Bisnis/Rachman
Sejumlah karyawan tengah memproduksi pakaian jadi di salah satu pabrik produsen dan eksportir garmen di Bandung, Jawa Barat, Selasa (25/1/2022). Bisnis/Rachman

Bisnis.com, JAKARTA – Pelaku Industri di sektor Tekstil dan Produk Tekstil masih mengalami kesulitan dalam menyerap tenaga kerja baru.

Direktur Eksekutif Asosiasi Pertekstilan Indonesia atau API Danang Grindrawardana Industri padat karya saat ini justru sedang tidak mampu menyerap tenaga kerja baru, justru malah mengurangi beban tenaga kerja, mengingat beberapa keadaan dan kebijakan justru melemahkan industri ini.

Sementara untuk sektor jasa perdagangan, jasa dan sektor manufaktur lain, dia melihat penyerapan tenaga kerja juga dalam posisi stagnan.

Dia pun membandingkan dengan melihat Data Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) yang menunjukkan capaian investasi PADA 2023 sekitar Rp1.400 triliun dengan total penyerapan tenaga kerja sebanyak 1.823.543 orang, tetapi data ini tidak mampu menunjukan jumlah serapan tenaga kerja di sektor investasi yang mana.

"Meskipun itu diklaim lebih 1% dari target, saya rasa itu harus benar-benar dibuktikan secara faktual, bukan secara administratif, supaya tidak menyesatkan dalam perumusan kebijakan di masa depan," ujarnya kepada Bisnis, Rabu (22/5/2024).

Menurutnya kendala menyerap tenaga kerja masih klasik saja, yaitu soal kesesuaian pekerja yang baru lulus atau fresh graduate dengan spesifikasi teknis yang dibutuhkan oleh industri. Meskipun dia juga meyakini, hal ini akan bisa teratasi secara natural, yakni seleksi alam, tetapi sangat lambat.

Tak hanya itu tantangan ekspansi industri manufaktur juga banyak, salah satunya para pejabat pemerintah lebih berpihak ke China dalam berbagai proyek strategis terkait eksplorasi sumber daya alam dan pekerjaan infrastruktur strategis sehingga pelaku usaha domestik yang tidak berafiliasi dengan pejabat, sehingga tidak akan mendapatkan kesempatan yang fair untuk berkontribusi secara aktif.

"Kalau soal serapan dan peningkatan kualitas tenaga kerja, saya menilai Pemerintah di ujung kepemimpinannya, telah gagal mempercepat kesiapan lulusan pendidikan formal untuk menyambut kebutuhan industri maju yang padat teknologi," imbuhnya.

Bahkan, dia berpendapat kurikulum pendidikan saat ini seperti mainan puzzle yang gampang diubah-ubah sesuai kehendak menteri pendidikan, tanpa menghormati masukan dari Menteri Tenaga Kerja. Dia pun melihat pemerintah gagal melindungi industri padat karya seperti tekstil, garmen dan alas kaki.

Tak hanya itu, dia menegaskan pemerintah lalai mengendalikan produk-produk impor yang mematikan industri padat karya domestik. Hal tersebut dikarenakan kelompok industri ini menjadi lemah dan belum mampu menyerap tenaga kerja sebagai antisipasi bonus demografi, tetapi justru melepaskan lebih dari 100.000 tenaga kerja tercatat sepanjang 2022 hingga awal 2024.

Banjir Impor Tekstil

ketua Asosiasi Produsen Serat dan Benang Filament Indonesia (APSyFI) Redma Gita Wirawasta menjelaskan kondisi sektor TPT saat ini sedang dalam posisi menunggu dan masih tetap bertahan di tingkat utilisasi nasional rata-rata 45%. Alhasil ini menyebabkan belum ada rencana penyerapan kembali tenaga kerja baik untuk meningkatkan utilisasi maupun untuk ekspansi.

Pasalnya kondisi pasar dalam negeri yang penuh ketidakpastian dan dibanjiri barang impor ditambah dengan berbagai tekanan akibat pelemahan rupiah dan kenaikan suku bunga juga menjadi faktor belum adanya upaya meningkatkan utilisasi.

Menurutnya posisi industri TPT saat ini tantangannya ada di pasar domestik yang membanjiri impor.

"Selain itu ketidakpastian sikap pemerintah dalam mengendalikan impor menjadi hambatan utama kami untuk berinvestasi," jelasnya.

Sementara itu, Direktur Eksekutif Center of Reform on Economics (CORE) Mohammad Faisal menilai dalam hal hubungan investasi dan tenaga kerja, perlu adanya arahan kebijakan dari pemerintah kepada investor untuk mengatur kerja sama yang berkaitan dengan investasi sektoral yang mendapatkan prioritas dalam penyerapan tenaga kerja.

"Jangan menerima apa saja yang dikatakan investor. Namun sisi lain ketika Pemerintah meminta investor memenuhi ketentuan soal penyerapan tenaga kerja perlu ada insentif juga kepada investor," katanya.

Selanjutnya dari pemerintah juga memerlukan penyiapan terlebih dahulu di daerah. Sehingga saat investor masuk sektor tertentu, tenaga kerja lokal Indonesia sudah matang dari sisi keterampilan. Salah satunya dengan mendirikan pusat vodkasi. Hal ini dapat menghindarkan dari kecenderungan investor asing membawa tenaga kerja dari negara asalnya.

Faktor utama yang mempengaruhinya 2024 ini, sebutnya, adalah rendahnya keyakinan pelaku industri existing dan upcoming untuk berani memperluas atau merealisasikan investasi ditengah tengah masalah global dan politik dalam negeri.

Dari sisi tenaga kerja, dia pun mengimbau para lulusan atau fresh graduate selain untuk terus mengembangkan kemampuan dirinya agar sejalan dengan kebutuhan dunia usaha masa kini, tetapi juga perlu mulai membuka pemikiran agar jangan ber profesi sebagai pencari kerja, tetapi menjadi wirausaha.

Halaman
  1. 1
  2. 2

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Editor : Hafiyyan
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper