Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Andalkan Komponen Impor, Produsen AC ‘Kepanasan’ Rupiah Melemah dan BI Rate Naik

Produsen pendingin ruangan atau Air Conditioner/AC mulai merasakan imbas pelemahan nilai tukar rupiah, serta bersiap imbas kenaikkan suku bunga acuan.
Ilustrasi AC atau Air conditioner/Istimewa
Ilustrasi AC atau Air conditioner/Istimewa

Bisnis.com, JAKARTA- Perkumpulan Perusahaan Pendingin Refrigasi Indonesia (Perprindo) mulai mengantisipasi dampak pelemahan rupiah dan kenaikan suku bunga acuan ke level 6,25%.

Ketua Dewan Pembina Perprindo, Darmadi Durianto mengatakan pihaknya mulai was-was lantaran bahan baku/penolong untuk produksi AC masih diimpor. Kondisi ini memicu kenaikan ongkos produksi AC lokal.

"Antisipasi pengusaha untuk mengurangi dampak negatif dari pelemahan rupiah adalah melakukan forecast penjualan dengan lebih baik agar pada saat rupiah sedang melemah ini tidak overstock," kata Darmadi kepada Bisnis, Kamis (25/4/2024).

Produsen AC juga akan mengantisipasi dengan melakukan hedging atau melindungi nilai aset dari risiko kerugian yang disebabkan oleh volatilitas nilai tukar rupiah.

Adapun, nilai tukar rupiah ditutup naik ke level Rp16.155 per dolar AS pada perdagangan, Rabu (24/4/2024) sesaat setelah Bank Indonesia memutuskan menaikkan suku bunga menjadi 6,25%.

Kenaikan suku bunga acuan dinilai sebagai langkah untuk menjaga stabilitas rupiah agar tidak melonjak dalam waktu yang lama. Meskipun, bagi industri kenaikan BI rate juga memberikan beban ganda keuangan.

"Dampak pelemahan rupiah berpengaruh besar terhadap industri AC karena belum ada pabrik kompressor AC di Indonesia sehingga praktis kebutuhan kompresor harus diimpor," ujarnya.

Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) nilai impor kompresor pendingin (HS 8414) sebesar US$1,4 juta pada Januari 2024, kemudian turun pada Februari sebesar US$701,902.

Sementara itu, sepanjang 2023 nilai impor kompresor senilai US$16,8 juta atau naik dari periode yang sama tahun sebelumnya sebesar US$15,7 juta.

Di sisi lain, Perprindo meminta pemerintah untuk tidak memperumit keadaan dengan pemberlakuan larangan dan pembatasan (Lartas) impor yang dapat menghambat aktivitas produksi AC lokal.

Darmadi mengkhawatirkan jika penerapan Permenperin 6/2024 tidak berjalan dengan baik, maka akan berdampak pada pasar AC dalam negeri yang tidak dapat dipenuhi karena kekurangan pasokan.

Bahkan, aturan Lartas impor dan Pertimbangan Teknis (Pertek) yang carut marut juga dapat mmebuat banyak investor asing kabur karena ragu untuk berinvestasi di Indonesia lantaran tidak adanya kepastian hukum.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Editor : Kahfi
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper