Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

PMI Manufaktur Melesat Tak Berarti Seluruh Industri Sehat, Begini Penjelasan Ekonom

PMI Manufaktur yang terus berada pada level ekspansi tak bisa jadi cerminan cerahnya kondisi industri, apalagi seiring dengan bergugurnya industri padat karya.
Seorang pekerja menunjukkan sepatu Aerostreet. /Bisnis-Nicholas Sampurna
Seorang pekerja menunjukkan sepatu Aerostreet. /Bisnis-Nicholas Sampurna

Bisnis.com, JAKARTA- Geliat kinerja industri manufaktur tak serta merta mampu digambarkan dengan posisi Purchasing Manager's Index (PMI) manufaktur Indonesia yang teris ekspansif dalam 31 bulan terakhir. 

Ekonom Center of Reform on Economic (CORE) Yusuf Rendy Manilet mengatakan ekspansi manufaktur itu terbatas pada subsektor manufaktur tertentu, seperti industri makanan dan minuman (mamin) didorong permintaan selama Ramadan dan Idulfitri mendatang. 

"Jadi memang perlu juga hati-hati dalam menginterpretasikan ekspansi PMI manufaktur karena memang menurut saya dia tidak sepenuhnya menggambarkan kondisi dari seluruh subsektor industri manufaktur di Indonesia," kata Yusuf saat dihubungi, Senin (1/4/2024).

Menurut Yusuf, subsektor industri manufaktur seperti industri tekstil dan sepatu dalam beberapa tahun terakhir relatif menurun dari tingkat daya saing dibandingkan dengan negara lain, seperti misalnya Bangladesh. 

Kondisi penurunan kinerja di kedua sektor tersebut berbanding terbalik dengan PMI manufaktur nasional pada Maret 2024 yang mencapai level tertinggi dalam 2,5 tahun terakhir yakni sebesar 54,2 atau naik 1,5 poin dari bulan sebelumnya. 

"Secara fundamental, saya kira masih terlalu dini untuk menyimpulkan peningkatan ini disebabkan oleh perbaikan kinerja manufaktur secara optimal karena sekali lagi peningkatan ini juga tidak terlepas dari faktor musiman yang memang kerap kali mendorong peningkatan permintaan produk-produk manufaktur di bulan Ramadan," ujarnya. 

Ke depan, Yusuf menilai tantangan industri manufaktur yaitu mencari titik keseimbangan antara harga pokok produksi dan harga jual. Meski terjadi inflasi harga produk, pelaku usaha juga tidak akan kehilangan momentum Ramadan karena mematok harga jual terlalu tinggi. 

Di sisi lain, Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Shinta W. Kamdani membenarkan adanya inflasi produk yang bergantung pada output produksi manufaktur. 

"Di level nasional kami perkirakan kontribusi inflasi produk manufaktur akan tetap kecil bila dibandingkan inflasi kebutuhan pokok/sembako. Secara umum, tetap kondusif mendukung pengendalian inflasi nasional di kisaran 2,5-3%," terang Shinta, dihubungi terpisah. 

Menurut dia, inflasi pada produk manufaktur akan lebih tinggi pada produk-produk yang membutuhkan banyak komponen bahan baku/penolong impor yang terimbas pelemahan nilai tukar dan pengetatan kebijakan impor, sehingga menciptakan cost-push inflation di perusahaan. 


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Editor : Kahfi
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper