Bisnis.com, JAKARTA- Kinerja manufaktur nasional dinilai kinclong jika merujuk pada Purchasing Manager's Index (PMI) Manufaktur Indonesia pada Maret 2024 di level ekspansi sebesar 54,2 atau naik 1,5 poin dari bulan sebelumnya.
Level ekspansi dari laporan S&P Global itu berbanding terbalik dengan keadaan tutupnya pabrik-pabrik di sejumlah industri, seperti tekstil dan produk tekstil (TPT), sepatu, hingga olahan karet.
Direktur Eksekutif Asosiasi Persepatuan Indonesia (Aprisindo) Firman Bakrie mengatakan penutupan pabrik sepatu untuk pasar domestik lantaran masih terjerat dampak pelemahan ekonomi dan pandemi Covid-19 yang membuat permintaan sepatu lokal turun.
"Untuk yang domestik dampak ekonomi dari pandemi itu masih berkepanjangan. Ditambah beberapa kondisi akibat perang. Jadi kapasitas produsen domestik terpengaruh banyak hal," kata Firman kepada Bisnis, Senin (1/3/2024).
Terlebih, utilitas kapasitas produksi sepatu masih berada di bawah 50%. Meski begitu, Firman tak memberikan data pasti jumlah pabrik yang mengalami penutupan pada awal 2024.
Sementara itu, pabrik sepatu yang berorientasi ekspor dinilai masih bertahan meskipun order mengalami penurunan. Menurut Firman, secara umum awal tahun ini demand ekspor masih stabil atau stagnan.
Baca Juga
"Untuk domestik lebaran tahun ini kemungkinan lesu. Sementara untuk yang ekspor kalaupun terjadi pertumbuhan sifatnya masih seasonal," tuturnya.
Alih-alih tutup, pabrik sepatu berorientasi ekspor justru disebut memiliki potensi untuk ekspansi tahun ini. Namun, masih terdapat kendala perizinan usaha, khususnya terkait Analisis Dampak Lingkungan (AMDAL).
"Sayang karena terkendala perizinan usaha khususnya AMDAL bisa jadi beberapa yang seharusnya target operasi di 2024 akan tertunda," terangnya.
Di sisi lain, Ketua Umum Asosiasi Produsen Serat dan Benang Filament Indonesia (APSyFI), Redma Gita Wirawasta mengatakan kebijakan lartas impor border sedikit banyak mendorong industri hilir untuk kembali bergerak pada Maret.
Namun, industri hulu dan intermediate masih memerlukan waktu untuk pulih. Meskipun, dia optimistis akan ada perbaikan kinerja dalam waktu 3 bulan ke depan didorong Peraturan Menteri Perdagangan No. 3/2024.
Sinyal perbaikan yang terjadi di industri TPT tak langsung mendorong produktivitas industri yang saat ini rata-rata kapasitas produksi sebesar 55%. "Ini setiap minggu masih tetap ada PHK dan banyak pabrik tutup juga," ujarnya.
Data Konfederasi Serikat Pekerja Nusantara (KSPN) Ristadi menunjukkan pada periode Januari-Maret 2023 setidaknya terdapat lebih dari 9.000 pekerja tekstil yang di PHK imbas efisiensi hingga penutupan pabrik.