Bisnis.com, JAKARTA - Subholding Commercial & Trading PT Pertamina (Persero), PT Pertamina Patra Niaga telah membuka ruang bagi pengusaha Pertamina Shop atau Pertashop untuk menjual jenis bahan bakar minyak khusus penugasan Pertalite.
Hal tersebut sebagai respons terhadap aspirasi para pengusaha Pertashop yang bisnisnya mengalami tekanan akibat melebarnya disparitas harga BBM jenis Pertalite dengan BBM nonsubsidi Pertamax. Disparitas ini disebut membuat omzet bisnis Pertashop anjlok sehingga banyak bisnis Pertashop merugi dan tutup.
Adapun, sebagai lembaga penyalur Pertamina skala kecil, selama ini Pertashop hanya diperbolehkan menjual produk BBM Pertamax dan Dexlite.
Direktur Utama Pertamina Patra Niaga Riva Siahaan mengatakan, perseroan bersama dengan Badan Pengatur Hilir Minyak dan Gas Bumi (BPH Migas) telah melakukan kajian terhadap peluang pemberian izin penjualan Pertalite kepada Pertashop.
Dia menyebut bahwa sesuai arahan dan izin yang diberikan oleh BPH Migas, Pertashop kini dapat turut menjual BBM Pertalite. Namun, hal ini hanya diperbolehkan untuk Pertashop yang berada di luar Pulau Jawa.
“Memang sesuai dengan koordinasi dan juga izin dari BPH Migas dan kajian BPH bersama dengan Universitas Gadjah Mada, ini lokasi yang memang difokuskan untuk menjual Pertalite justru di luar Jawa,” kata Riva saat rapat dengar pendapat (RDP) dengan Komisi VI, Jakarta, Kamis (28/3/2024).
Baca Juga
Hal itu disampaikan Riva menjawab pertanyaan yang diajukan Anggota Komisi VI DPR RI Jon Erizal ihwal rencana Pertamina untuk melibatkan Pertashop dalam menjual BBM subsidi tersebut.
Menurut Jon, sebagian besar pelaku usaha Pertashop telah lama gulung tikar akibat disparitas harga Pertamax dengan Pertalite.
Selain itu, kata Jon, pelaku usaha Pertashop tidak dapat izin untuk menjual komoditas subsidi tersebut di tengah masyarakat. Padahal, dia mengatakan, Pertamina sempat membuka opsi untuk melibatkan Pertashop dalam distribusi Pertalite.
“Pertashop ini banyak yang tutup karena mereka banyak kesempatan tidak bisa jual produk-produk yang subsidi ini,” kata Jon.
Bisnis Pertashop Merugi dan Berguguran
Sebelumnya, para pengusaha Pertashop Jawa Tengah dan DIY mengeluhkan kerugian bisnis yang dialami akibat disparitas harga Pertamax dan Pertalite yang lebar sejak April 2022 lalu.
Ketua Paguyuban Pengusaha Pertashop Jateng dan DIY Gunadi Broto Sudarmo mengatakan, omzet bulanan yang dihimpun pengusaha turun drastis 90% usai harga Pertamax naik menjadi Rp12.500 per liter pada April 2022, sementara harga Pertalite kala itu masih dipatok Rp7.650 per liter.
Omzet atau volume penjualan Pertashop turun menjadi 16.000 liter per bulan, dari sebelumnya bisa mencapai 38.000 liter per bulan pada saat harga Pertamax dipatok Rp9.000 per liter.
“Setelah ada disparitas harga Pertamax dan Pertalite mulai April itu omzet langsung turun drastis, itu di harga [Pertamax] Rp12.500 per liter omzetnya 16.000 liter per bulan, berlanjut ada fluktuasi harga sampai Rp14.500, ada yang Rp13.900 [Pertamax]. Sampai sekarang di harga Rp12.500, omzet Pertashop belum bisa kembali di saat harga Pertamax Rp9.000 dan Pertalite Rp7.650 per liter,” kata Gunadi saat audiensi dengan Komisi VII DPR RI, Jakarta, Senin (10/7/2023).
Disparitas harga tersebut, lanjutnya, kemudian dimanfaatkan oleh pengecer ilegal, seperti Pertamini untuk menjual Pertalite yang lebih murah. Dia menuturkan, margin pengecer ilegal bahkan lebih besar, yakni bisa mencapai Rp2.000-Rp2.500 per liter dibandingkan margin Pertashop yang hanya Rp850 per liter.
Konsekuensinya, kata Gunadi, ratusan Pertashop akhirnya tutup dan merugi akibat disparitas harga Pertamax dan Pertalite yang kembali berlanjut hingga pertengahan tahun ini. Dia mengungkapkan, setidaknya terdapat 201 Pertashop dari 448 Pertashop mengalami kerugian signifikan.
Malahan, dia mengatakan, beberapa pengusaha Pertashop belakangan khawatir atas adanya ancaman aset yang disita lantaran tidak sanggup lagi untuk membayar angusaran perbankan.
“Jumlah Pertashop dengan omzet kurang dari 200 liter per hari itu mencapai 47 persen dari keseluruhan,” kata dia.
Dengan kondisi tersebut, dia pun meminta pemerintah untuk segera mengimplementasikan Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 191 Tahun 2014 tentang Penyediaan, Pendistribusian dan Harga Jual Eceran Bahan Bakar Minyak (BBM) untuk membatasi pembelian Pertalite yang dianggap berlebihan saat ini.
“Kami ingin segera disahkan revisi Perpres 191 Tahun 2014 karena sampai sekarang belum ada ketentuan mengenai Pertalite ini secara detail, beda dengan produk Solar, Biosolar sudah pasti di sana konsumennya sudah ada tertata,” kata dia.
Selain itu, dia meminta parlemen untuk mendorong disparitas harga BBM Pertamax dengan Pertalite maksimal berada di rentang Rp1.500 per liter di semua wilayah Indonesia.
“Sebagai permohonan tambahan agar kita bisa sedikit menghela nafas sebagai tambahan income tunjuk kami sebagai pangkalan LPG 3 kilogram,” kata dia.